layananhukum

Keterpaduan Sistem Peradilan dengan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik

 

    Pendahuluan

    Revolusi teknologi informasi dan komunikasi (“TIK”) telah menjadi katalisator dalam mendorong transformasi struktural dan fungsional dalam penyelenggaraan pemerintahan, termasuk di sektor yudisial. Sejalan dengan perkembangan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan arah kebijakan nasional melalui kebijakan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.

    Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel dalam rangka pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya. Satu di antara manifestasi konkret dari pelaksanaan SPBE di lingkungan kekuasaan kehakiman adalah implementasi sistem peradilan berbasis elektronik (e-Court).

    Mahkamah Agung Republik Indonesia (“MARI”) sebagai lembaga pemegang kekuasaan kehakiman tertinggi di Indonesia telah mengambil langkah progresif melalui penerapan sistem administrasi dan persidangan perkara secara elektronik. Hal ini dituangkan dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik, yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik.

    Penerapan e-Court tidak hanya mencerminkan upaya modernisasi sistem peradilan nasional, tetapi juga menjadi instrumen yuridis dalam rangka perwujudan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

    Artikel ini secara analitis dan konseptual mengulas implementasi e-Court sebagai instrumen integral dari kebijakan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Pembahasan akan berfokus pada integrasi kebijakan nasional dalam bidang teknologi informasi pemerintahan, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (selanjutnya disebut “Perpres 95/2018”) dan diimplementasikan dalam sektor peradilan oleh Mahkamah Agung melalui Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 (selanjutnya disebut “Perma tentang e-Court”).

    Dasar Hukum dan Tujuan SPBE

    Dasar hukum utama penyelenggaraan SPBE adalah Perpres 95/2018. Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 1 Perpres 95/2018, menyatakan bahwa:

    Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang selanjutnya disingkat SPBE adalah penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan layanan kepada Pengguna SPBE.”

    Tujuan utamanya adalah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik yang terpercaya. Selain itu, SPBE bertujuan meningkatkan keterpaduan dan efisiensi sistem pemerintahan secara nasional. (vide Pasal 2 Perpres 95/2018)

    Ruang Lingkup SPBE

    Ruang lingkup pengaturan SPBE sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Perpres 95/2018 sangat komprehensif, mencakup, antara lain:

    1)        Tata Kelola SPBE, kerangka kerja untuk memastikan penerapan SPBE yang terpadu;

    2)       Manajemen SPBE, berupa rangkaian proses untuk mencapai penerapan SPBE yang efektif dan efisien;

    3)       Audit Teknologi Informasi dan Komunikasi, proses evaluasi untuk memastikan kesesuaian TIK dengan standar yang ditetapkan;

    4)       Penyelenggara SPBE, pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi SPBE;

    5)       Percepatan SPBE, upaya untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik; dan

    6)      Pemantauan dan Evaluasi SPBE, proses untuk mengukur kemajuan dan meningkatkan kualitas SPBE.

    Layanan Administrasi Pemerintahan vs. Layanan Publik Berbasis Elektronik

    Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 42 ayat (1) Perpres 95/2018 secara jelas membedakan 2 (dua) jenis layanan utama dalam SPBE, antara lain:

    1.       Layanan Administrasi Pemerintahan Berbasis Elektronik, yang merupakan layanan yang mendukung tata laksana internal birokrasi untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas pemerintah. Cakupannya meliputi layanan di bidang perencanaan, penganggaran, keuangan, pengadaan barang dan jasa, kepegawaian, kearsipan, dan pengawasan internal. Layanan ini bersifat government-to-government (G2G) atau berorientasi ke dalam; dan

    2.       Layanan Publik Berbasis Elektronik, yang merupakan layanan yang mendukung pelaksanaan pelayanan publik kepada masyarakat, pelaku usaha, dan pihak eksternal lainnya. Layanan ini bersifat government-to-citizen (G2C) atau government-to-business (G2B) dan mencakup sektor-sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, perizinan, dan jaminan sosial.

    Posisi E-Court sebagai Manifestasi Layanan SPBE di Lingkungan Peradilan

    Implementasi e-Court oleh Mahkamah Agung Republik Indoensia adalah contoh konkret bagaimana prinsip-prinsip SPBE diterapkan di lembaga yudikatif. E-Court secara unik memadukan kedua jenis layanan SPBE.

    1)       Sebagai Layanan Administrasi Pemerintahan

    Secara internal, e-Court merevolusi cara kerja pengadilan. Proses seperti pendaftaran perkara, penomoran, penunjukan majelis hakim, pengelolaan berkas (bundel A dan B), hingga pengiriman berkas ke tingkat banding dilakukan secara elektronik melalui Sistem Informasi Pengadilan (SIP). Hal ini sejalan dengan tujuan layanan administrasi pemerintahan, yaitu mendukung tata laksana internal birokrasi guna meningkatkan kinerja dan akuntabilitas.

    -        Sebagai Layanan Publik

    Secara eksternal, e-Court adalah layanan langsung bagi para pencari keadilan (masyarakat dan advokat). Fitur seperti pendaftaran perkara online, pembayaran panjar biaya secara elektronik, pemanggilan/pemberitahuan melalui domisili elektronik, serta akses terhadap salinan putusan elektronik adalah bentuk nyata dari layanan publik berbasis elektronik yang bertujuan meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan.

    Tujuan utama e-Court adalah selaras dengan agenda reformasi birokrasi nasional dan semangat SPBE, yaitu menciptakan sistem peradilan yang lebih efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

    Kerangka Regulasi e-Court: Transformasi Yudisial Menuju Era Digital

    Implementasi e-Court sebagai bagian integral dari reformasi peradilan modern di Indonesia tidak hanya merupakan terobosan teknologi, tetapi juga hasil dari upaya Mahkamah Agung dalam menerjemahkan visi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) ke dalam sistem peradilan. Dalam hal ini, Mahkamah Agung bertindak sebagai pelopor transformasi digital dalam cabang kekuasaan yudikatif, melalui pembentukan regulasi yang adaptif terhadap perkembangan teknologi informasi dan kebutuhan pelayanan publik yang semakin kompleks.

    Beberapa istilah kunci yang menjadi fondasi konseptual sistem e-Court sebagaimana ditentukan dalam Perma tersebut adalah sebagai berikut:

    -        Sistem Informasi Pengadilan (SIP)
    SIP merupakan infrastruktur utama yang menopang sistem e-Court, didefinisikan sebagai keseluruhan sistem informasi yang disediakan oleh Mahkamah Agung. Sistem ini mencakup fungsi administrasi, layanan perkara, dan penyelenggaraan persidangan secara elektronik. SIP merupakan platform digital terpusat yang menjadi sarana integrasi antarunit kerja pengadilan dan akses publik terhadap layanan hukum (vide Pasal 1 Angka 2 Perma 7 Tahun 2022);

    -        Administrasi Perkara Secara Elektronik
    Administrasi perkara elektronik mencakup seluruh proses tata usaha perkara yang dilakukan secara digital, mulai dari pendaftaran perkara (gugatan/permohonan), pembayaran panjar biaya perkara secara daring, pemanggilan para pihak secara elektronik, pertukaran dokumen litigasi (jawaban, replik, duplik), hingga pengajuan upaya hukum lanjutan seperti banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Semua proses ini dilakukan secara efisien melalui jaringan sistem SIP tanpa memerlukan kehadiran fisik (vide Pasal 1 Angka 6 Perma 7 Tahun 2022);

    -        Persidangan Secara Elektronik
    Persidangan elektronik adalah tahapan lanjutan dari digitalisasi proses peradilan, di mana pemeriksaan, pembuktian, penyampaian kesimpulan, hingga pengucapan putusan dilakukan dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Persidangan ini tetap dilaksanakan dengan menjunjung tinggi asas keadilan, keterbukaan, dan due process of law, serta memberikan fleksibilitas dan efisiensi kepada para pihak dalam beracara di pengadilan (vide Pasal 1 Angka 7 Perma 7 Tahun 2022).

    Dengan berlakunya Perma tentang e-Court, Mahkamah Agung tidak hanya memberikan kerangka hukum yang jelas, tetapi juga menetapkan standar prosedural yang menjamin bahwa digitalisasi peradilan tidak mengorbankan prinsip-prinsip dasar peradilan, melainkan justru memperkuatnya melalui efisiensi, akuntabilitas, dan aksesibilitas yang lebih luas bagi pencari keadilan.

    Ruang Lingkup Perkara dan Tingkatan Pengadilan

    Sebagaimana yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 3 Perma 7 Tahun 2022 menegaskan bahwa administrasi dan persidangan elektronik berlaku pada pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding. Jenis perkara yang dapat ditangani secara elektronik meliputi perdata, perdata khusus, perdata agama, tata usaha militer, dan tata usaha negara.

    Salah satu perkembangan paling signifikan dalam Perma 7 Tahun 2022 adalah penguatan dan pengaturan detail mengenai upaya hukum secara elektronik (Banding). Seluruh proses, mulai dari pernyataan banding, pembayaran biaya, pengiriman memori/kontra memori banding, hingga pemeriksaan berkas (inzage), kini dapat dilakukan sepenuhnya melalui SIP. Hal ini menunjukkan maturitas sistem e-Court yang tidak lagi terbatas pada tingkat pertama. (vide Pasal 26A sampai dengan Pasal 26G Perma 7 Tahun 2022)

    Pojok E-Court di Pengadilan Negeri Pontianak

    Meskipun sistem dirancang untuk serba digital, Mahkamah Agung menyadari adanya tantangan kesenjangan digital di masyarakat. Sebagai solusi, banyak pengadilan mendirikan “Pojok e-Court,” seperti yang ada di Pengadilan Negeri Pontianak. Pojok e-Court berfungsi sebagai pusat bantuan fisik di mana petugas pengadilan membantu para pencari keadilan, terutama pengguna perorangan (Pengguna Lain) yang tidak diwakili advokat, untuk mendaftar akun, melakukan pendaftaran perkara, dan menggunakan fitur-fitur SIP lainnya. Ini adalah bentuk implementasi adaptif yang menjembatani antara inovasi teknologi dengan realitas kapasitas pengguna, sejalan dengan fungsi Meja e-Court yang diatur dalam Perma 7 Tahun 2022.

    Manfaat Utama E-Court

    Implementasi e-Court membawa sejumlah manfaat fundamental:

    1.       Efisiensi Waktu dan Biaya

    Para pihak tidak perlu lagi datang berulang kali ke pengadilan hanya untuk mendaftarkan perkara, menyerahkan dokumen, atau mengambil salinan putusan. Semua dapat dilakukan dari mana saja, memangkas biaya transportasi dan akomodasi serta menghemat waktu. Ini secara langsung mewujudkan asas peradilan “sederhana, cepat, dan biaya ringan”.

    2.       Aksesibilitas yang Lebih Luas

    Dengan adanya domisili elektronik, kendala geografis tidak lagi menjadi penghalang utama dalam mencari keadilan. Pihak yang berada di luar wilayah hukum pengadilan, bahkan di luar negeri, dapat berperkara dengan lebih mudah.

    3.       Transparansi dan Akuntabilitas

    Setiap tahapan, mulai dari pendaftaran, pembayaran, hingga pengunggahan putusan, tercatat secara digital dalam SIP. Jejak digital ini meminimalkan interaksi tatap muka yang tidak perlu antara aparat pengadilan dengan para pihak, sehingga mengurangi potensi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pengucapan putusan yang dilakukan dengan mengunggahnya ke SIP juga memastikan asas sidang terbuka untuk umum terpenuhi secara digital.

    Potensi Tantangan dan Evaluasi

    Meskipun progresif, implementasi e-Court masih menghadapi tantangan, antara lain seperti Kesenjangan Digital, yang mana Tidak semua masyarakat memiliki akses internet yang memadai atau literasi digital yang cukup untuk memanfaatkan e-Court. Inisiatif seperti Pojok e-Court membantu, namun ini belum menjadi solusi berskala nasional. Kemudian, terkait Keamanan Siber, sebagaimana yang kita ketahui bahwa aset data dan informasi dalam SPBE, termasuk data perkara yang sensitif, harus dijamin kerahasiaan dan keutuhannya. Ancaman peretasan dan kebocoran data adalah risiko nyata yang memerlukan investasi berkelanjutan dalam infrastruktur dan manajemen keamanan informasi. Selanjutnya, Manajemen Perubahan, mengubah budaya kerja dari sistem berbasis kertas menjadi digital sepenuhnya memerlukan upaya berkelanjutan. Dibutuhkan pelatihan dan adaptasi tidak hanya dari hakim dan aparatur peradilan, tetapi juga dari advokat dan masyarakat, dan Infrastruktur Teknologi, keandalan server, jaringan, dan aplikasi SIP menjadi faktor kritis. Gangguan teknis dapat menghambat jalannya proses peradilan.

    E-Court sebagai Pilar Transformasi Hukum Digital

    Implementasi e-Court di Indonesia bukan sekadar adopsi teknologi, melainkan sebuah reformasi struktural yang berlandaskan kerangka hukum yang solid, baik dari sisi pemerintahan (Perpres 95/2018) maupun dari sisi teknis yudisial (Perma 1/2019 jo. Perma 7/2022). E-Court secara nyata menerjemahkan visi SPBE ke dalam ranah yudikatif, memadukan fungsi layanan administrasi pemerintahan dan layanan publik untuk menciptakan sistem peradilan yang modern.

    Keberhasilan e-Court menjadi bukti bahwa transformasi digital di sektor publik dapat berjalan efektif jika didukung oleh regulasi yang jelas, kepemimpinan yang kuat, dan kemauan untuk terus berevaluasi dan beradaptasi. Sebagai pilar penting dalam SPBE, e-Court tidak hanya mendorong efisiensi dan transparansi, tetapi juga memperkuat akses terhadap keadilan (access to justice) bagi seluruh masyarakat Indonesia. Ke depannya, tantangan terkait keamanan siber dan kesenjangan digital harus terus menjadi prioritas agar laju transformasi digital sistem hukum Indonesia dapat berjalan secara inklusif dan berkelanjutan, mewujudkan cita-cita peradilan yang agung dan modern.

    Info lebih lanjut Anda dapat mengirimkan ke kami persoalan Hukum Anda melalui: Link di sini. atau melalui surat eletronik kami secara langsung: lawyerpontianak@gmail.com atau langsung ke nomor kantor Hukum Eka Kurnia yang ada di sini. Terima Kasih.