layananhukum

Mengapa Calon TNI Dewasa Tetap Butuh Izin Orang Tua/Wali? Simak Aturan Resminya

 

Pertanyaan

Selamat Malam Bang Eka, saya mau nanya, terkait pendaftaran TNI, mengingat adik saya mau daftar TNI AD Tahun 2025 ini.

Jadi begini, adik saya kan usianya sudah 19 tahun, secara hukum sudah dewasa. Kami sedang melengkapi berkas administrasinya dan menemukan poin yang agak membingungkan soal “surat persetujuan orang tua/wali”. Kebetulan, orang tua kami tinggal di luar kota, beda provinsi dari tempat adik saya akan mendaftar nanti.

Yang jadi pertanyaan kami, di satu sisi kami baca bahwa orang dewasa tidak perlu perwalian. Tapi di persyaratan resmi TNI AD, ada klausul yang menyebutkan “Orang yang ditunjuk sebagai wali dari yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan”.  

Nah, ini bagaimana ya ketentuannya, Bang? Apakah karena orang tua kami tinggal di luar kota, adik saya yang sudah dewasa ini tetap harus menunjuk wali (misalnya paman) dan harus ada surat penetapan dari pengadilan? Ataukah cukup surat persetujuan yang ditandatangani orang tua kami lalu dikirim saja? Kami agak khawatir salah langkah di bagian administrasi ini.

Mohon pencerahannya, Bang. Terima kasih banyak sebelumnya.

Jawaban

Mendemistifikasi Persyaratan Persetujuan

Proses pendaftaran untuk menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dikenal dengan persyaratannya yang ketat dan terperinci, dirancang untuk menyaring calon terbaik bagi bangsa. Di antara berbagai dokumen administratif, “Surat Persetujuan Orang Tua/Wali” sering kali menjadi sumber kebingungan bagi para calon pendaftar.

Kebingungan ini umumnya berasal dari apa yang tampak sebagai pertentangan antara prinsip hukum perdata Indonesia, yang mendefinisikan individu berusia di atas 18 tahun sebagai dewasa dan cakap hukum, dengan peraturan rekrutmen TNI yang dalam kondisi tertentu tetap mensyaratkan adanya figur “wali” yang disahkan melalui penetapan pengadilan, bahkan untuk calon yang sudah dewasa.  

Artikel kami kali ini bertujuan untuk memberikan klarifikasi yang tuntas dan definitif mengenai isu tersebut. Kesimpulan utamanya adalah persyaratan “wali” yang ditetapkan oleh TNI untuk calon dewasa bukanlah sebuah redefinisi status kedewasaan hukum seseorang, melainkan sebuah mekanisme administratif yang dirancang secara cermat untuk memastikan adanya akuntabilitas hukum dan finansial yang jelas, terutama ketika orang tua kandung tidak berada di domisili pendaftaran calon.

Sebelum membahas skenario perwalian yang lebih kompleks, penting untuk memahami dasar dari persyaratan ini, yaitu Surat Persetujuan Orang Tua/Wali. Dokumen ini jauh lebih dari sekadar surat izin formal; ini merupakan sebuah akta dengan implikasi hukum yang signifikan bagi pihak yang menandatanganinya.

Surat Persetujuan Orang Tua adalah instrumen hukum yang mengikat dan penting, di mana si penandatangan secara sadar menerima tanggung jawab yang substansial. Telaah yang berhasil kami lakukan terhadap format dan isi surat ini, sebagaimana ditemukan dalam berbagai sumber resmi dan contoh blangko, mengungkapkan tiga fungsi utama:  

1.       Persetujuan Seleksi dan Pendidikan

Klausul utama dalam surat ini adalah pernyataan persetujuan eksplisit bagi calon untuk mengikuti seluruh rangkaian proses seleksi dan, jika lulus, menjalani pendidikan militer pertama (Dikma);

2.       Klausul Non-Intervensi

Surat ini memuat komitmen tegas dari orang tua atau wali untuk tidak melakukan intervensi dalam bentuk apapun terhadap panitia penerimaan maupun penyelenggara pendidikan. Klausul ini bertujuan untuk menjaga objektivitas dan integritas proses seleksi dari pengaruh eksternal;

3.       Klausul Pertanggungjawaban Finansial

Ini adalah klausul yang paling signifikan dari perspektif hukum. Si penandatangan surat setuju dan sanggup untuk membayar kembali biaya yang telah dikeluarkan oleh negara sebesar 10 kali lipat jika calon pendaftar dengan kemauan sendiri menolak atau mengundurkan diri dari sebagian atau seluruh kegiatan, mulai dari penerimaan hingga pengangkatan menjadi prajurit. Klausul ganti rugi yang besar ini menjadi landasan utama mengapa TNI sangat teliti dalam menentukan siapa yang memiliki otoritas sah untuk menandatangani surat tersebut, karena penandatangan menjadi penjamin finansial bagi komitmen calon prajurit.

Hierarki Otoritas Penandatanganan

Peraturan rekrutmen TNI khususnya Angkatan Darat (AD) secara eksplisit menetapkan urutan atau hierarki kewenangan penandatanganan surat persetujuan. Protokol ini tidak fleksibel dan harus diikuti secara saksama untuk memastikan keabsahan dokumen.  

1.        Penandatangan Utama (Ayah Kandung)

Otoritas utama dan default untuk menandatangani surat persetujuan adalah ayah kandung (Ayah Kandung). Ini adalah prosedur standar apabila ayah kandung masih hidup, diketahui keberadaannya, dan mampu menjalankan fungsi hukumnya;

2.       Penandatangan Bersyarat (Ibu Kandung)

Ibu kandung (Ibu Kandung) diberikan wewenang untuk menandatangani surat persetujuan, namun hanya jika kondisi-kondisi spesifik dan kumulatif berikut terpenuhi:

-     Ayah kandung bekerja di luar daerah atau luar provinsi;

-     Ayah kandung telah meninggal dunia (harus dibuktikan dengan surat keterangan kematian yang sah);

-     Keberadaan ayah kandung tidak diketahui; dan,

-     yang terpenting, ibu kandung tersebut tidak menikah lagi (tidak kawin lagi).

Kondisi terakhir (bahwa ibu kandung tidak boleh telah menikah lagi) merupakan detail krusial. Penggunaan kata “dan” dalam peraturan menunjukkan bahwa syarat ini bersifat kumulatif, bukan alternatif. Aturan ini kemungkinan besar dibuat untuk mitigasi risiko hukum. Pernikahan kembali seorang ibu akan menciptakan struktur keluarga baru dengan kepala keluarga yang baru (ayah tiri). Untuk menghindari kerumitan dan potensi sengketa mengenai siapa yang memegang tanggung jawab hukum dan finansial di bawah klausul ganti rugi, TNI menyederhanakan rantai akuntabilitas dengan membatasinya pada garis keturunan langsung yang tidak terikat oleh perkawinan baru. Ini adalah strategi untuk memastikan bahwa pihak yang menjadi penjamin finansial memiliki hubungan hukum yang paling jelas dan tidak ambigu dengan calon pendaftar.

Rekonsiliasi Status Dewasa dengan Perwalian Administratif

Titik kebingungan utama bagi banyak calon pendaftar adalah persyaratan “wali” yang harus disahkan melalui penetapan pengadilan. Hal ini terasa janggal karena mayoritas pendaftar TNI (dengan batas usia 17 tahun 10 bulan hingga 24 tahun untuk Bintara) secara hukum sudah dianggap dewasa. Untuk mengatasi paradoks ini, perlu dibedakan secara tegas antara konsep perwalian dalam hukum perdata dan konsep “wali” dalam konteks administratif rekrutmen TNI.  

Definisi Hukum Perwalian dan Batas Usia Dewasa

Kerangka hukum di Indonesia mendefinisikan perwalian sebagai lembaga yang ditujukan untuk kepentingan anak di bawah umur. Batas usia dewasa sendiri telah mengalami harmonisasi melalui berbagai peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, yang selanjutnya disebut dengan “UU Perlindungan Anak”, menyatakan bahwa:

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.  

Kemudian, sebagaimana ketentuan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, beserta dengan perubahannya yang selanjutnya disebut dengan “UU Perkawinan”, menyatakan bahwa:

Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya”.

Berdasarkan kedua undang-undang tersebut, seorang individu dianggap dewasa secara hukum dan keluar dari kekuasaan orang tua ketika telah mencapai usia 18 tahun. Dengan demikian, seorang calon pendaftar TNI yang berusia, misalnya, 19 tahun, secara hukum tidak memerlukan wali untuk bertindak atas namanya.

Definisi Administratif Wali oleh TNI

Penggunaan istilah “wali” oleh TNI dalam peraturan rekrutmennya harus dipahami sebagai terminus technicus atau istilah teknis yang memiliki makna spesifik dalam konteks tersebut, yang berbeda dari definisi hukum perdata umum. Persyaratan wali oleh TNI tidak dimaksudkan untuk menyatakan bahwa calon pendaftar adalah seorang anak di bawah umur. Sebaliknya, ini adalah sebuah mekanisme administratif yang dirancang untuk mengatasi masalah praktis terkait akuntabilitas.

Tujuan dari wali administratif ini adalah untuk menunjuk seorang perwakilan lokal yang dapat diakses dan bertanggung jawab secara hukum ketika pihak penjamin utama (orang tua) tidak berada di domisili yang sama dengan tempat calon mendaftar.

TNI, sebagai institusi, menghadapi tantangan logistik dan hukum dalam mengelola ribuan pendaftar. Apabila seorang calon yang orang tuanya tinggal di provinsi lain mengundurkan diri, proses penegakan klausul ganti rugi 10 kali lipat akan menjadi rumit.  

Dengan mensyaratkan adanya wali yang ditetapkan pengadilan, TNI secara efektif menciptakan “proksi” akuntabilitas. Proses yudisial melalui penetapan pengadilan memberikan kekuatan hukum kepada seorang kerabat untuk bertindak sebagai penjamin. Surat penetapan dari pengadilan mengubah status kerabat tersebut, dari sekadar anggota keluarga menjadi figur yang secara hukum diakui dan terikat oleh syarat dan ketentuan dalam Surat Persetujuan Orang Tua/Wali, termasuk tanggung jawab finansial.

Mandat Penetapan Pengadilan

Memahami kapan tepatnya seorang calon pendaftar harus menempuh jalur hukum untuk mendapatkan Penetapan Pengadilan adalah kunci untuk melengkapi berkas administrasi dengan benar. Peraturan rekrutmen TNI AD secara spesifik menyatakan:

“Orang yang ditunjuk sebagai wali dari yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan dan telah diproses Disdukcapil”.

Frasa ini menggarisbawahi bahwa dalam situasi tertentu, diperlukan sebuah dekret yudisial.  

Untuk memberikan gambaran konkret, berikut adalah analisis dari beberapa putusan pengadilan terkait permohonan penetapan wali untuk pendaftaran TNI, kami mengambil beberapa contoh penetapan/putusan pengadilan sebagai berikut:

1.       Putusan Pengadilan Negeri Banjarbaru Nomor 198/Pdt.P/2019/PN Bjb, tertanggal 23 Juli 2019.

Pemohon dalam perkara ini adalah Karno, paman dari calon pendaftar TNI bernama Ahmad Sodikun. Dalam surat permohonannya, Pemohon mengemukakan dalil-dalil (posita) sebagai berikut (vide halaman 1-2):

-        Bahwa Ahmad Sodikun (calon pendaftar) tinggal dan diasuh oleh Pemohon di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, sejak tahun 2017. Sementara itu, orang tua kandungnya berdomisili di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.

-        Bahwa Permohonan perwalian ini diajukan secara spesifik untuk melengkapi persyaratan pendaftaran TNI dikarenakan orang tua anak tersebut berada jauh di Jawa Tengah dan Anak harus memerlukan seorang wali;

-        Bahwa Pemohon menyatakan bersedia menjadi wali atas Ahmad Sodikun untuk keperluan tersebut.

Pemohon memahami bahwa untuk memperoleh hak perwalian yang sah secara hukum, diperlukan penetapan dari Pengadilan Negeri.

Hakim dalam putusan ini menunjukkan pemahaman yang mendalam terhadap dilema hukum yang ada. Berikut adalah alur pertimbangan hukum Hakim (vide halaman 9-10):  

-        Bahwa Hakim secara eksplisit mengidentifikasi permasalahan hukum utama: “...terdapat suatu permasalahan dimana Andhika Lazuardi Pratama saat ini berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau berumur diatas 18 (delapan belas) tahun sehingga dapat dikatakan dewasa apakah masih bisa diajukan permohonan pengangkatan wali terhadap Ahmad Sodikun” (vide halaman 9). Hakim mengakui bahwa berdasarkan UU Perkawinan, perwalian secara umum ditujukan bagi anak di bawah umur 18 tahun;

-        Bahwa untuk menjawab dilema tersebut, Hakim tidak berhenti pada interpretasi kaku hukum perdata. Hakim melakukan penemuan hukum dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang relevan:

1)           Hakim menekankan bahwa permohonan ini bukan perwalian umum, melainkan untuk tujuan spesifik, yaitu “sebagai syarat mengikuti seleksi penerimaan SECABA TNI-AD di Banjarmasin (vide halaman 9).  

2)          Hakim juga  mempertimbangkan fakta bahwa orang tua kandung Ahmad Sodikun telah secara tertulis menunjuk Pemohon sebagai wali. Hal ini menandakan bahwa pihak keluarga sepakat menunjuk pemohon sebagai wali (vide halaman 10).  

Dengan mempertimbangkan tujuan pendaftaran TNI dan persetujuan keluarga, Hakim menyimpulkan bahwa alasan dari pemohon sangatlah beralasan dan tidak bertentangan dengan hukum (vide halaman 10).  

Dengan kata lain, Hakim memprioritaskan kemanfaatan dan tujuan praktis dari permohonan (agar calon bisa memenuhi syarat administrasi) di atas interpretasi harfiah dari hukum perwalian umum, terutama karena ada persetujuan penuh dari semua pihak terkait.

Amar Putusan

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Hakim mengeluarkan amar putusan (diktum) sebagai berikut (vide halaman 10):  

MENETAPKAN

1.        Mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya;

2.       Menyatakan dan memberikan ijin kepada Pemohon, KARNO sebagai wali anak yang bernama AHMAD SODIKUN, lahir di Rembang, 19 September 1999 untuk melengkapi persyaratan pendaftaran TNI;

3.       Menetapkan segala biaya yang timbul dalam permohonan ini kepada Pemohon sebesar Rp.186.000,- (seratus delapan puluh enam ribu rupiah);

Putusan ini secara tegas menunjukkan bahwa perwalian yang ditetapkan bersifat khusus dan terbatas, hanya untuk tujuan pendaftaran TNI, dan bukan perwalian dalam arti mengambil alih hak-hak individu dewasa Ahmad Sodikun secara umum.

 

2.       Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 124/Pdt.P/2022/PN.Tjk., tertanggal 1 Agustus 2022,

Putusan ini juga sama yang mana Calon pendaftar TNI AD mendaftar di Bandar Lampung, sementara orang tuanya berdomisili di Lubuk Linggau. Calon tersebut tinggal bersama pamannya di Bandar Lampung. Bahwa Hakim mendasarkan pertimbangannya pada fakta bahwa penetapan wali dari pengadilan merupakan salah satu syarat administratif yang wajib dipenuhi oleh calon. Dengan adanya bukti-bukti (surat-surat dan keterangan saksi) yang membenarkan situasi domisili yang terpisah, hakim menetapkan paman sebagai wali agar calon dapat memenuhi persyaratan dan melanjutkan proses seleksi. Sehingga adapun amar putusan/penetapan hakim sebagai berikut:

MENETAPKAN :

1.      Mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya;

2.     Menyatakan Pemohon adalah wali dari M.Riki Syarif Putra terkait dengan persyaratan pendaftaran TNI AD;

3.     Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp225.000,00 (dua ratus dua puluh lima ribu rupiah);

3.       Putusan Pengadilan Negeri Bitung Nomor 35/Pdt.P/2020/PN Bit, tertanggal 14 Februari 2020

Putusan ini memperkuat pola yang sama. Bahwa Pemohon (Donias Mamadoa) adalah paman dari calon pendaftar bernama Stenli Awombo. Dalam permohonannya, Pemohon menyatakan bahwa Stenli berkeinginan mengikuti seleksi TNI AD di Manado, namun orang tuanya berada di Kabupaten Talaud. Oleh karena itu, orang tua Stenli memberikan mandat kepada Pemohon untuk bertindak sebagai wali. Permohonan ini diajukan karena “untuk mengikuti seleksi penerimaan tersebut diperlukan adanya wali sebagai salah satu persyaratan administrasi” (vide halaman 1).

Berdasarkan bukti surat dan keterangan saksi, Hakim menemukan fakta bahwa Stenli Awombo memang tinggal bersama Pemohon di Bitung, sementara orang tuanya berada di Talaud (vide halaman 4).

Pertimbangan kunci Hakim adalah:

oleh karena salah satu syarat untuk pendaftaran calon anggota TNI AD yang dilakukan di luar daerah tempat tinggal orang tuanya harus ada wali di tempat/daerah dimana pendaftaran tersebut dilakukan, maka untuk kepentingan anak tersebut... perlu diangkat dan ditetapkan seorang wali” (vide halaman 5).

Hakim menyimpulkan permohonan tersebut tidak bertentangan dengan hukum dan Pemohon dipandang cakap sebagai wali. Hakim pun mengabulkan permohonan dengan amar sebagai berikut:

MENETAPKAN:

1.        Mengabulkan permohonan Pemohon;

2.       Menetapkan Pemohon Donias Mamadoa, sebagai wali dari anak yang bernama Stenli Awombo yang lahir di Sambuara pada tanggal 8 Desember 1998, khusus untuk mengikuti penerimaan calon TNI AD 2020;

3.       Menghukum Pemohon untuk membayar ongkos permohonan ini yang hingga saat ini ditaksir sejumlah Rp. 146.000,00 (seratus Empat puluh enam ribu rupiah); (vide halaman 5).

4.       Putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor 846/Pdt.P/2020/PN Mlg, tertanggal 15 September 2020.  

Bahwa untuk kali ini seorang kakek (Pemohon) mengajukan permohonan untuk menjadi wali dari cucunya untuk mendaftar TNI. Orang tua kandung cucu tersebut masih hidup, tetapi tidak berada di tempat.

Hakim menyatakan bahwa “permohonan ini khusus perwalian TNI, bukan untuk perwalian yang lain”. Fakta bahwa orang tua kandung masih hidup tidak menjadi halangan, karena tujuan perwalian ini bersifat administratif, bukan perwalian dalam arti hukum perdata untuk anak yatim piatu. Hakim mengabulkan permohonan untuk memastikan cucu tersebut memiliki penjamin yang sah di lokasi pendaftaran. Sehingga ada pun amar putusan pengadilan sebagai berikut:

MENETAPKAN

1.        Mengabulkan permohonan Pemohon tersebut;

2.       Menetapkan bahwa MUHAMMAD NASIR adalah sebagai WALI bagi cucu Pemohon bernama: MOCH. DAFFA ARRACHMAN lahir di: Palangkaraya, 24 Juli 2002 adalah anak laki-laki sah dari Suami Isteri: HARI MARTANTO dan ANDI PUJI ASTUTI;

3.       Menyatakan bahwa Penetapan Perwalian ini hanya dipergunakan untuk persyaratan pendaftaran sebagai Calon Anggota TNI;

4.       Membebankan biaya permohonan ini sebesar Rp.122.000,00- (seratus dua puluh dua ribu rupiah) kepada Pemohon;

Dari beberapa kasus/perkara di atas, terlihat pola yang konsisten dalam pertimbangan hakim yaitu penetapan ini diberikan bukan untuk menyatakan calon tidak cakap hukum, melainkan untuk memenuhi syarat administratif spesifik dari TNI demi kepentingan terbaik calon pendaftar.

Panduan Langkah-demi-Langkah untuk Memperoleh Penetapan Wali

Mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri mungkin terdengar mengintimidasi, namun sebenarnya ini adalah prosedur yang relatif rutin dan terstruktur. Banyak Pengadilan Negeri di Indonesia bahkan menyediakan informasi dan formulir khusus untuk “Permohonan Penetapan Perwalian Masuk TNI”. Berikut adalah panduan langkah-demi-langkah untuk menavigasi proses ini.  

Fase 1: Persiapan Pra-Pengajuan

1.        Pertama-tama pemohon harus memahami dalam pengajuan Permohonan harus diajukan ke Pengadilan Negeri yang wilayah yurisdiksinya mencakup domisili atau tempat tinggal calon pendaftar saat ini, bukan domisili orang tua;

2.       Pemohon (calon wali, misalnya paman) harus membuat Surat Permohonan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Surat ini harus memuat identitas lengkap, alasan pengajuan, dan permohonan (petitum) yang jelas, yaitu memohon agar pengadilan menetapkan Pemohon sebagai wali khusus untuk keperluan memenuhi persyaratan administrasi pendaftaran menjadi prajurit TNI.

Fase 2: Kompilasi Dokumen (Daftar Periksa)

Siapkan dokumen-dokumen berikut, baik asli maupun fotokopi yang telah dilegalisasi sesuai kebutuhan:  

-        Surat Permohonan yang telah ditandatangani di atas meterai;

-        Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon (calon wali);

-        Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) calon pendaftar TNI;

-        Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) kedua orang tua kandung calon;

-        Fotokopi Kartu Keluarga (KK) Pemohon (calon wali);

-        Fotokopi Kartu Keluarga (KK) orang tua kandung calon;

-        Fotokopi Akta Kelahiran calon pendaftar TNI;

-        Fotokopi Buku Nikah/Akta Perkawinan Pemohon (calon wali);

-        Fotokopi Buku Nikah/Akta Perkawinan orang tua kandung calon;

-        Apabila relevan, Surat Keterangan Kematian orang tua dari kelurahan/desa.

Fase 3: Proses Pengajuan dan Persidangan

1.        Permohonan dapat didaftarkan secara manual melalui loket Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Pengadilan Negeri atau secara elektronik melalui sistem e-Court Mahkamah Agung di Pojok e-court pada Pengadilan Negeri tersebut. Pemohon akan diminta untuk membayar biaya panjar perkara;

2.       Setelah permohonan terdaftar, pengadilan akan menetapkan jadwal sidang. Proses ini biasanya cepat karena bersifat voluntair (permohonan);

3.      Pemohon harus menghadirkan minimal dua orang saksi yang dapat memberikan keterangan di bawah sumpah mengenai kebenaran situasi yang dijelaskan dalam permohonan;

4.       Apabila semua bukti dan keterangan dianggap cukup, hakim akan mengeluarkan Penetapan yang mengabulkan permohonan. Salinan resmi penetapan ini adalah dokumen yang dibutuhkan.  

Fase 4: Tindakan Pasca-Pengadilan

Langkah terakhir yang krusial adalah membawa salinan resmi Penetapan dari Pengadilan Negeri ke kantor Disdukcapil setempat untuk diproses sesuai dengan peraturan, yang kemungkinan besar akan melibatkan pencatatan atau pembaruan data pada Kartu Keluarga. Hanya setelah langkah ini selesai, persyaratan “berdasarkan penetapan pengadilan dan telah diproses Disdukcapil” dianggap terpenuhi secara lengkap.  

Saran Akhir

Bahwa Proses di Pengadilan Negeri membutuhkan waktu. Segera mulai proses pengajuan Penetapan Wali begitu periode pendaftaran dibuka. Kemudian, selalu konfirmasikan persyaratan dokumen dengan panitia penerimaan lokal (di Ajen Kodam, Ajen Korem, atau Kodim) saat melakukan validasi atau daftar ulang.  Jangan lupa, jadikan situs web rekrutmen resmi TNI (ad.rekrutmen-tni.mil.id) dan situs web Pengadilan Negeri setempat sebagai sumber informasi utama Anda.  

Dengan pemahaman yang benar dan persiapan yang matang, persyaratan administrasi yang tampak rumit ini dapat dipenuhi dengan tepat, memungkinkan calon pendaftar untuk fokus pada tahapan seleksi selanjutnya dengan percaya diri.

Informasi dan Konsultasi Lanjutan

Apabila Anda memiliki persoalan hukum yang ingin dikonsultasikan lebih lanjut, Anda dapat mengirimkan pertanyaan melalui tautan yang tersedia, menghubungi melalui surel di lawyerpontianak@gmail.com, atau menghubungi Kantor Hukum Eka Kurnia Chrislianto & Rekan di sini.