Pertanyaan
Selamat Malam Bang Eka, saya mau nanya, terkait
pendaftaran TNI, mengingat adik saya mau daftar TNI AD Tahun 2025 ini.
Jadi begini, adik saya kan usianya sudah 19 tahun,
secara hukum sudah dewasa. Kami sedang melengkapi berkas administrasinya dan
menemukan poin yang agak membingungkan soal “surat persetujuan orang tua/wali”.
Kebetulan, orang tua kami tinggal di luar kota, beda provinsi dari tempat adik
saya akan mendaftar nanti.
Yang jadi pertanyaan kami, di satu sisi kami baca
bahwa orang dewasa tidak perlu perwalian. Tapi di persyaratan resmi TNI AD, ada
klausul yang menyebutkan “Orang yang ditunjuk sebagai wali dari yang
bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan”.
Nah, ini bagaimana ya ketentuannya, Bang? Apakah
karena orang tua kami tinggal di luar kota, adik saya yang sudah dewasa ini
tetap harus menunjuk wali (misalnya paman) dan harus ada surat penetapan dari
pengadilan? Ataukah cukup surat persetujuan yang ditandatangani orang tua kami
lalu dikirim saja? Kami agak khawatir salah langkah di bagian administrasi ini.
Mohon pencerahannya, Bang. Terima kasih banyak
sebelumnya.
Jawaban
Mendemistifikasi Persyaratan Persetujuan
Proses pendaftaran untuk menjadi prajurit Tentara
Nasional Indonesia (TNI) dikenal dengan persyaratannya yang ketat dan
terperinci, dirancang untuk menyaring calon terbaik bagi bangsa. Di antara
berbagai dokumen administratif, “Surat Persetujuan Orang Tua/Wali”
sering kali menjadi sumber kebingungan bagi para calon pendaftar.
Kebingungan ini umumnya berasal dari apa yang tampak
sebagai pertentangan antara prinsip hukum perdata Indonesia, yang
mendefinisikan individu berusia di atas 18 tahun sebagai dewasa dan cakap
hukum, dengan peraturan rekrutmen TNI yang dalam kondisi tertentu tetap
mensyaratkan adanya figur “wali” yang disahkan melalui penetapan pengadilan,
bahkan untuk calon yang sudah dewasa.
Artikel kami kali ini bertujuan untuk memberikan
klarifikasi yang tuntas dan definitif mengenai isu tersebut. Kesimpulan
utamanya adalah persyaratan “wali” yang ditetapkan oleh TNI untuk calon
dewasa bukanlah sebuah redefinisi status kedewasaan hukum seseorang, melainkan sebuah
mekanisme administratif yang dirancang secara cermat untuk memastikan
adanya akuntabilitas hukum dan finansial yang jelas, terutama ketika orang tua
kandung tidak berada di domisili pendaftaran calon.
Sebelum membahas skenario perwalian yang lebih
kompleks, penting untuk memahami dasar dari persyaratan ini, yaitu Surat
Persetujuan Orang Tua/Wali. Dokumen ini jauh lebih dari sekadar surat izin
formal; ini merupakan sebuah akta dengan implikasi hukum yang signifikan
bagi pihak yang menandatanganinya.
Surat Persetujuan Orang Tua adalah instrumen hukum
yang mengikat dan penting, di mana si penandatangan secara sadar menerima
tanggung jawab yang substansial. Telaah
yang berhasil kami lakukan terhadap format dan isi surat ini, sebagaimana
ditemukan dalam berbagai sumber resmi dan contoh blangko, mengungkapkan
tiga fungsi utama:
1.
Persetujuan
Seleksi dan Pendidikan
Klausul
utama dalam surat ini adalah pernyataan persetujuan eksplisit bagi calon untuk
mengikuti seluruh rangkaian proses seleksi dan, jika lulus, menjalani
pendidikan militer pertama (Dikma);
2.
Klausul
Non-Intervensi
Surat
ini memuat komitmen tegas dari orang tua atau wali untuk tidak melakukan
intervensi dalam bentuk apapun terhadap panitia penerimaan maupun penyelenggara
pendidikan. Klausul ini bertujuan untuk menjaga objektivitas dan integritas
proses seleksi dari pengaruh eksternal;
3.
Klausul
Pertanggungjawaban Finansial
Ini
adalah klausul yang paling signifikan dari perspektif hukum. Si penandatangan
surat setuju dan sanggup untuk membayar kembali biaya yang telah dikeluarkan
oleh negara sebesar 10 kali lipat jika calon pendaftar dengan kemauan sendiri
menolak atau mengundurkan diri dari sebagian atau seluruh kegiatan, mulai dari
penerimaan hingga pengangkatan menjadi prajurit. Klausul ganti rugi yang
besar ini menjadi landasan utama mengapa TNI sangat teliti dalam menentukan
siapa yang memiliki otoritas sah untuk menandatangani surat tersebut,
karena penandatangan menjadi penjamin finansial bagi komitmen calon prajurit.
Hierarki Otoritas Penandatanganan
Peraturan rekrutmen TNI khususnya Angkatan Darat (AD)
secara eksplisit menetapkan urutan atau hierarki kewenangan penandatanganan
surat persetujuan. Protokol ini tidak fleksibel dan harus diikuti secara
saksama untuk memastikan keabsahan dokumen.
1.
Penandatangan
Utama (Ayah Kandung)
Otoritas
utama dan default untuk menandatangani surat persetujuan adalah ayah
kandung (Ayah Kandung). Ini adalah prosedur standar apabila ayah kandung
masih hidup, diketahui keberadaannya, dan mampu menjalankan
fungsi hukumnya;
2.
Penandatangan
Bersyarat (Ibu Kandung)
Ibu
kandung (Ibu Kandung) diberikan wewenang untuk menandatangani surat
persetujuan, namun hanya jika kondisi-kondisi spesifik dan
kumulatif berikut terpenuhi:
-
Ayah kandung
bekerja di luar daerah atau luar provinsi;
-
Ayah kandung
telah meninggal dunia (harus dibuktikan dengan surat keterangan kematian yang
sah);
-
Keberadaan ayah
kandung tidak diketahui; dan,
-
yang terpenting,
ibu kandung tersebut tidak menikah lagi (tidak kawin lagi).
Kondisi
terakhir (bahwa ibu kandung tidak boleh telah menikah lagi) merupakan detail
krusial. Penggunaan kata “dan” dalam peraturan menunjukkan bahwa syarat ini
bersifat kumulatif, bukan alternatif. Aturan ini kemungkinan besar dibuat untuk
mitigasi risiko hukum. Pernikahan kembali seorang ibu akan menciptakan struktur
keluarga baru dengan kepala keluarga yang baru (ayah tiri). Untuk menghindari
kerumitan dan potensi sengketa mengenai siapa yang memegang tanggung jawab
hukum dan finansial di bawah klausul ganti rugi, TNI menyederhanakan rantai
akuntabilitas dengan membatasinya pada garis keturunan langsung yang tidak terikat
oleh perkawinan baru. Ini adalah strategi untuk memastikan bahwa pihak yang
menjadi penjamin finansial memiliki hubungan hukum yang paling jelas dan tidak
ambigu dengan calon pendaftar.
Rekonsiliasi Status Dewasa dengan Perwalian Administratif
Titik kebingungan utama bagi banyak calon pendaftar
adalah persyaratan “wali” yang harus disahkan melalui penetapan pengadilan.
Hal ini terasa janggal karena mayoritas pendaftar TNI (dengan batas usia 17
tahun 10 bulan hingga 24 tahun untuk Bintara) secara hukum sudah dianggap
dewasa. Untuk mengatasi paradoks ini, perlu dibedakan secara tegas antara
konsep perwalian dalam hukum perdata dan konsep “wali” dalam konteks
administratif rekrutmen TNI.
Definisi Hukum Perwalian dan Batas Usia Dewasa
Kerangka hukum di Indonesia mendefinisikan perwalian
sebagai lembaga yang ditujukan untuk kepentingan anak di bawah umur. Batas usia
dewasa sendiri telah mengalami harmonisasi melalui berbagai peraturan
perundang-undangan.
Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014,
yang selanjutnya disebut dengan “UU Perlindungan Anak”,
menyatakan bahwa:
“Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan”.
Kemudian, sebagaimana ketentuan Pasal 47 ayat
(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
beserta dengan perubahannya yang selanjutnya disebut dengan “UU
Perkawinan”, menyatakan bahwa:
“Anak
yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka
tidak dicabut dari kekuasaannya”.
Berdasarkan kedua undang-undang tersebut, seorang
individu dianggap dewasa secara hukum dan keluar dari kekuasaan orang tua
ketika telah mencapai usia 18 tahun. Dengan demikian, seorang calon pendaftar
TNI yang berusia, misalnya, 19 tahun, secara hukum tidak memerlukan wali
untuk bertindak atas namanya.
Definisi Administratif Wali oleh TNI
Penggunaan istilah “wali” oleh TNI dalam peraturan
rekrutmennya harus dipahami sebagai terminus technicus atau
istilah teknis yang memiliki makna spesifik dalam konteks tersebut, yang
berbeda dari definisi hukum perdata umum. Persyaratan wali oleh TNI tidak
dimaksudkan untuk menyatakan bahwa calon pendaftar adalah seorang anak di bawah
umur. Sebaliknya, ini adalah sebuah mekanisme administratif yang
dirancang untuk mengatasi masalah praktis terkait akuntabilitas.
Tujuan dari wali administratif ini adalah untuk
menunjuk seorang perwakilan lokal yang dapat diakses dan bertanggung jawab
secara hukum ketika pihak penjamin utama (orang tua) tidak berada di domisili
yang sama dengan tempat calon mendaftar.
TNI, sebagai institusi, menghadapi tantangan logistik
dan hukum dalam mengelola ribuan pendaftar. Apabila seorang calon yang orang
tuanya tinggal di provinsi lain mengundurkan diri, proses penegakan klausul
ganti rugi 10 kali lipat akan menjadi rumit.
Dengan mensyaratkan adanya wali yang ditetapkan
pengadilan, TNI secara efektif menciptakan “proksi” akuntabilitas. Proses
yudisial melalui penetapan pengadilan memberikan kekuatan hukum kepada seorang
kerabat untuk bertindak sebagai penjamin. Surat penetapan dari pengadilan
mengubah status kerabat tersebut, dari sekadar anggota keluarga menjadi figur
yang secara hukum diakui dan terikat oleh syarat dan ketentuan dalam Surat
Persetujuan Orang Tua/Wali, termasuk tanggung jawab finansial.
Mandat Penetapan Pengadilan
Memahami kapan tepatnya seorang calon pendaftar harus
menempuh jalur hukum untuk mendapatkan Penetapan Pengadilan adalah kunci untuk
melengkapi berkas administrasi dengan benar. Peraturan
rekrutmen TNI AD secara spesifik menyatakan:
“Orang
yang ditunjuk sebagai wali dari yang bersangkutan berdasarkan penetapan
pengadilan dan telah diproses Disdukcapil”.
Frasa ini menggarisbawahi bahwa dalam situasi
tertentu, diperlukan sebuah dekret yudisial.
Untuk memberikan gambaran konkret, berikut adalah
analisis dari beberapa putusan pengadilan terkait permohonan penetapan wali
untuk pendaftaran TNI, kami mengambil beberapa contoh penetapan/putusan
pengadilan sebagai berikut:
1.
Putusan
Pengadilan Negeri Banjarbaru Nomor 198/Pdt.P/2019/PN Bjb, tertanggal 23 Juli 2019.
Pemohon
dalam perkara ini adalah Karno, paman dari calon pendaftar TNI bernama Ahmad
Sodikun. Dalam surat permohonannya, Pemohon mengemukakan dalil-dalil (posita)
sebagai berikut (vide halaman 1-2):
-
Bahwa Ahmad
Sodikun (calon pendaftar) tinggal dan diasuh oleh Pemohon di Banjarbaru,
Kalimantan Selatan, sejak tahun 2017. Sementara itu, orang tua kandungnya
berdomisili di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.
-
Bahwa Permohonan
perwalian ini diajukan secara spesifik “untuk melengkapi persyaratan
pendaftaran TNI dikarenakan orang tua anak tersebut berada jauh di Jawa Tengah
dan Anak harus memerlukan seorang wali”;
-
Bahwa Pemohon
menyatakan bersedia menjadi wali atas Ahmad Sodikun untuk keperluan tersebut.
Pemohon memahami bahwa untuk memperoleh hak perwalian
yang sah secara hukum, diperlukan penetapan dari Pengadilan Negeri.
Hakim
dalam putusan ini menunjukkan pemahaman yang mendalam terhadap dilema hukum
yang ada. Berikut adalah alur pertimbangan hukum Hakim (vide halaman
9-10):
-
Bahwa Hakim
secara eksplisit mengidentifikasi permasalahan hukum utama: “...terdapat
suatu permasalahan dimana Andhika Lazuardi Pratama saat ini berumur 21 (dua
puluh satu) tahun atau berumur diatas 18 (delapan belas) tahun sehingga dapat
dikatakan dewasa apakah masih bisa diajukan permohonan pengangkatan wali
terhadap Ahmad Sodikun” (vide halaman 9). Hakim mengakui bahwa
berdasarkan UU Perkawinan, perwalian secara umum ditujukan bagi anak di bawah
umur 18 tahun;
-
Bahwa untuk
menjawab dilema tersebut, Hakim tidak berhenti pada interpretasi kaku hukum
perdata. Hakim melakukan penemuan hukum dengan mempertimbangkan faktor-faktor
lain yang relevan:
1)
Hakim
menekankan bahwa permohonan ini bukan perwalian umum, melainkan untuk tujuan
spesifik, yaitu “sebagai syarat mengikuti seleksi penerimaan SECABA TNI-AD
di Banjarmasin” (vide halaman 9).
2)
Hakim juga mempertimbangkan fakta bahwa orang tua kandung
Ahmad Sodikun telah secara tertulis menunjuk Pemohon sebagai wali. Hal ini
menandakan bahwa “pihak keluarga sepakat menunjuk pemohon sebagai wali”
(vide halaman 10).
Dengan
mempertimbangkan tujuan pendaftaran TNI dan persetujuan keluarga, Hakim
menyimpulkan bahwa “alasan dari pemohon sangatlah beralasan dan tidak
bertentangan dengan hukum” (vide halaman 10).
Dengan kata lain, Hakim memprioritaskan kemanfaatan
dan tujuan praktis dari permohonan (agar calon bisa memenuhi syarat
administrasi) di atas interpretasi harfiah dari hukum perwalian umum, terutama
karena ada persetujuan penuh dari semua pihak terkait.
Amar Putusan
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Hakim mengeluarkan
amar putusan (diktum) sebagai berikut (vide halaman 10):
MENETAPKAN
1.
Mengabulkan
permohonan Pemohon seluruhnya;
2.
Menyatakan dan
memberikan ijin kepada Pemohon, KARNO sebagai wali anak yang bernama AHMAD
SODIKUN, lahir di Rembang, 19 September 1999 untuk melengkapi persyaratan
pendaftaran TNI;
3.
Menetapkan segala
biaya yang timbul dalam permohonan ini kepada Pemohon sebesar Rp.186.000,-
(seratus delapan puluh enam ribu rupiah);
Putusan
ini secara tegas menunjukkan bahwa perwalian yang ditetapkan bersifat khusus
dan terbatas, hanya untuk tujuan pendaftaran TNI, dan bukan perwalian
dalam arti mengambil alih hak-hak individu dewasa Ahmad Sodikun secara umum.
2.
Putusan
Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 124/Pdt.P/2022/PN.Tjk.,
tertanggal 1 Agustus 2022,
Putusan
ini juga sama yang mana Calon pendaftar TNI AD mendaftar di Bandar Lampung,
sementara orang tuanya berdomisili di Lubuk Linggau. Calon tersebut tinggal
bersama pamannya di Bandar Lampung. Bahwa Hakim mendasarkan pertimbangannya
pada fakta bahwa penetapan wali dari pengadilan merupakan salah satu syarat
administratif yang wajib dipenuhi oleh calon. Dengan adanya bukti-bukti
(surat-surat dan keterangan saksi) yang membenarkan situasi domisili yang
terpisah, hakim menetapkan paman sebagai wali agar calon dapat memenuhi
persyaratan dan melanjutkan proses seleksi. Sehingga adapun amar putusan/penetapan
hakim sebagai berikut:
MENETAPKAN
:
1.
Mengabulkan
permohonan Pemohon seluruhnya;
2.
Menyatakan
Pemohon adalah wali dari M.Riki Syarif Putra terkait dengan persyaratan
pendaftaran TNI AD;
3.
Menghukum Pemohon
untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp225.000,00 (dua ratus dua puluh lima
ribu rupiah);
3.
Putusan
Pengadilan Negeri Bitung Nomor 35/Pdt.P/2020/PN Bit, tertanggal
14 Februari 2020
Putusan
ini memperkuat pola yang sama. Bahwa Pemohon (Donias Mamadoa) adalah paman dari
calon pendaftar bernama Stenli Awombo. Dalam permohonannya, Pemohon menyatakan
bahwa Stenli berkeinginan mengikuti seleksi TNI AD di Manado, namun orang
tuanya berada di Kabupaten Talaud. Oleh karena itu, orang tua Stenli memberikan
mandat kepada Pemohon untuk bertindak sebagai wali. Permohonan ini diajukan
karena “untuk mengikuti seleksi penerimaan tersebut diperlukan adanya wali
sebagai salah satu persyaratan administrasi” (vide halaman 1).
Berdasarkan
bukti surat dan keterangan saksi, Hakim menemukan fakta bahwa Stenli Awombo
memang tinggal bersama Pemohon di Bitung, sementara orang tuanya berada di
Talaud (vide halaman 4).
Pertimbangan
kunci Hakim adalah:
“oleh
karena salah satu syarat untuk pendaftaran calon anggota TNI AD yang dilakukan
di luar daerah tempat tinggal orang tuanya harus ada wali di tempat/daerah
dimana pendaftaran tersebut dilakukan, maka untuk kepentingan anak tersebut...
perlu diangkat dan ditetapkan seorang wali” (vide halaman 5).
Hakim
menyimpulkan permohonan tersebut tidak bertentangan dengan hukum dan Pemohon
dipandang cakap sebagai wali. Hakim pun mengabulkan permohonan dengan amar
sebagai berikut:
MENETAPKAN:
1.
Mengabulkan
permohonan Pemohon;
2.
Menetapkan
Pemohon Donias Mamadoa, sebagai wali dari anak yang bernama Stenli Awombo yang
lahir di Sambuara pada tanggal 8 Desember 1998, khusus untuk mengikuti
penerimaan calon TNI AD 2020;
3.
Menghukum Pemohon
untuk membayar ongkos permohonan ini yang hingga saat ini ditaksir sejumlah Rp.
146.000,00 (seratus Empat puluh enam ribu rupiah); (vide halaman 5).
4.
Putusan
Pengadilan Negeri Malang Nomor 846/Pdt.P/2020/PN Mlg, tertanggal 15 September
2020.
Bahwa
untuk kali ini seorang kakek (Pemohon) mengajukan permohonan untuk menjadi wali
dari cucunya untuk mendaftar TNI. Orang tua kandung cucu tersebut masih hidup,
tetapi tidak berada di tempat.
Hakim
menyatakan bahwa “permohonan ini khusus perwalian TNI, bukan untuk perwalian
yang lain”. Fakta bahwa orang tua kandung masih hidup tidak menjadi
halangan, karena tujuan perwalian ini bersifat administratif, bukan perwalian
dalam arti hukum perdata untuk anak yatim piatu. Hakim mengabulkan permohonan
untuk memastikan cucu tersebut memiliki penjamin yang sah di lokasi
pendaftaran. Sehingga ada pun amar putusan pengadilan sebagai berikut:
MENETAPKAN
1.
Mengabulkan
permohonan Pemohon tersebut;
2.
Menetapkan bahwa
MUHAMMAD NASIR adalah sebagai WALI bagi cucu Pemohon bernama: MOCH. DAFFA
ARRACHMAN lahir di: Palangkaraya, 24 Juli 2002 adalah anak laki-laki sah dari
Suami Isteri: HARI MARTANTO dan ANDI PUJI ASTUTI;
3.
Menyatakan bahwa
Penetapan Perwalian ini hanya dipergunakan untuk persyaratan pendaftaran
sebagai Calon Anggota TNI;
4.
Membebankan biaya
permohonan ini sebesar Rp.122.000,00- (seratus dua puluh dua ribu rupiah)
kepada Pemohon;
Dari beberapa kasus/perkara di atas, terlihat pola
yang konsisten dalam pertimbangan hakim yaitu penetapan ini diberikan
bukan untuk menyatakan calon tidak cakap hukum, melainkan untuk memenuhi syarat
administratif spesifik dari TNI demi kepentingan terbaik calon pendaftar.
Panduan Langkah-demi-Langkah untuk Memperoleh Penetapan Wali
Mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri mungkin
terdengar mengintimidasi, namun sebenarnya ini adalah prosedur yang relatif
rutin dan terstruktur. Banyak Pengadilan Negeri di Indonesia bahkan menyediakan
informasi dan formulir khusus untuk “Permohonan Penetapan Perwalian Masuk TNI”.
Berikut adalah panduan langkah-demi-langkah untuk menavigasi proses ini.
Fase 1: Persiapan Pra-Pengajuan
1.
Pertama-tama pemohon
harus memahami dalam pengajuan Permohonan harus diajukan ke Pengadilan Negeri
yang wilayah yurisdiksinya mencakup domisili atau tempat tinggal calon
pendaftar saat ini, bukan domisili orang tua;
2.
Pemohon (calon
wali, misalnya paman) harus membuat Surat Permohonan yang ditujukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri setempat. Surat ini harus memuat identitas lengkap,
alasan pengajuan, dan permohonan (petitum) yang jelas, yaitu memohon agar
pengadilan menetapkan Pemohon sebagai wali khusus untuk keperluan
memenuhi persyaratan administrasi pendaftaran menjadi prajurit TNI.
Fase 2: Kompilasi Dokumen (Daftar Periksa)
Siapkan dokumen-dokumen berikut, baik asli maupun
fotokopi yang telah dilegalisasi sesuai kebutuhan:
-
Surat Permohonan
yang telah ditandatangani di atas meterai;
-
Fotokopi Kartu
Tanda Penduduk (KTP) Pemohon (calon wali);
-
Fotokopi Kartu
Tanda Penduduk (KTP) calon pendaftar TNI;
-
Fotokopi Kartu
Tanda Penduduk (KTP) kedua orang tua kandung calon;
-
Fotokopi Kartu
Keluarga (KK) Pemohon (calon wali);
-
Fotokopi Kartu
Keluarga (KK) orang tua kandung calon;
-
Fotokopi Akta
Kelahiran calon pendaftar TNI;
-
Fotokopi Buku
Nikah/Akta Perkawinan Pemohon (calon wali);
-
Fotokopi Buku
Nikah/Akta Perkawinan orang tua kandung calon;
-
Apabila relevan,
Surat Keterangan Kematian orang tua dari kelurahan/desa.
Fase 3: Proses Pengajuan dan Persidangan
1.
Permohonan dapat
didaftarkan secara manual melalui loket Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di
Pengadilan Negeri atau secara elektronik melalui sistem e-Court Mahkamah Agung
di Pojok e-court pada Pengadilan Negeri tersebut. Pemohon akan diminta untuk
membayar biaya panjar perkara;
2.
Setelah
permohonan terdaftar, pengadilan akan menetapkan jadwal sidang. Proses ini
biasanya cepat karena bersifat voluntair (permohonan);
3.
Pemohon harus
menghadirkan minimal dua orang saksi yang dapat memberikan keterangan di bawah
sumpah mengenai kebenaran situasi yang dijelaskan dalam permohonan;
4.
Apabila semua
bukti dan keterangan dianggap cukup, hakim akan mengeluarkan Penetapan yang
mengabulkan permohonan. Salinan resmi penetapan ini adalah dokumen yang
dibutuhkan.
Fase 4: Tindakan Pasca-Pengadilan
Langkah terakhir yang krusial adalah membawa salinan
resmi Penetapan dari Pengadilan Negeri ke kantor Disdukcapil setempat untuk
diproses sesuai dengan peraturan, yang kemungkinan besar akan melibatkan
pencatatan atau pembaruan data pada Kartu Keluarga. Hanya setelah langkah ini
selesai, persyaratan “berdasarkan penetapan pengadilan dan telah diproses
Disdukcapil” dianggap terpenuhi secara lengkap.
Saran Akhir
Bahwa Proses di Pengadilan Negeri membutuhkan
waktu. Segera mulai proses pengajuan Penetapan Wali begitu periode pendaftaran
dibuka. Kemudian, selalu konfirmasikan persyaratan dokumen dengan panitia
penerimaan lokal (di Ajen Kodam, Ajen Korem, atau Kodim) saat melakukan
validasi atau daftar ulang. Jangan lupa, jadikan situs web rekrutmen
resmi TNI (ad.rekrutmen-tni.mil.id)
dan situs web Pengadilan Negeri setempat sebagai sumber informasi utama Anda.
Dengan pemahaman yang benar dan persiapan yang matang,
persyaratan administrasi yang tampak rumit ini dapat dipenuhi dengan tepat,
memungkinkan calon pendaftar untuk fokus pada tahapan seleksi selanjutnya
dengan percaya diri.
Informasi dan Konsultasi Lanjutan
Apabila Anda memiliki persoalan hukum yang ingin dikonsultasikan lebih lanjut, Anda dapat mengirimkan pertanyaan melalui tautan yang tersedia, menghubungi melalui surel di lawyerpontianak@gmail.com, atau menghubungi Kantor Hukum Eka Kurnia Chrislianto & Rekan di sini.