layananhukum

Begini Aturan Perlindungan Varietas Tanaman yang Wajib Kamu Ketahui

 

    PVT sebagai Motor Inovasi Agrikultur dan Ketahanan Pangan

    Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) merupakan suatu instrumen hukum hak kekayaan intelektual (HKI) yang dirancang secara spesifik untuk memberikan hak eksklusif kepada pemulia tanaman atas varietas baru yang dihasilkannya. Jauh melampaui sekadar pengakuan hak, PVT berfungsi sebagai motor penggerak inovasi dalam sektor agrikultur.

    Pemberian hak monopoli dalam jangka waktu tertentu merupakan insentif ekonomi yang krusial untuk mendorong investasi besar dan berisiko tinggi dalam kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) tanaman. Litbang ini bertujuan untuk merakit varietas-varietas unggul baru yang memiliki karakteristik superior, seperti produktivitas yang lebih tinggi, ketahanan terhadap hama dan penyakit, toleransi terhadap cekaman lingkungan (kekeringan atau salinitas), serta kualitas nutrisi yang lebih baik.  

    Dalam konteks pembangunan nasional, keberadaan sistem PVT yang efektif memiliki korelasi langsung dengan pencapaian tujuan strategis negara, khususnya kedaulatan dan ketahanan pangan. Varietas unggul yang lahir dari program pemuliaan yang terproteksi menjadi fondasi bagi peningkatan produktivitas pertanian nasional. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan yang selanjutnya disebut dengan “UU 22/2019”, yang menekankan pentingnya sistem pertanian yang maju, efisien, dan tangguh untuk mencapai kedaulatan pangan.


    Kerangka hukum PVT, dengan demikian, tidak berdiri sendiri sebagai rezim HKI yang terisolasi. Ia merupakan instrumen kebijakan yang disengaja oleh negara untuk menarik modal swasta ke dalam litbang agrikultur, sebuah domain yang secara historis didominasi oleh lembaga-lembaga publik. Dengan mengurangi beban finansial negara dan mengakselerasi ketersediaan teknologi pertanian canggih bagi petani, sistem PVT secara inheren mendukung agenda pembangunan pertanian nasional yang lebih luas.  

    Memposisikan PVT dalam Peta Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

    Dalam spektrum Hak Kekayaan Intelektual, PVT diklasifikasikan sebagai hak sui generis (memiliki jenisnya sendiri). Klasifikasi ini menegaskan bahwa perlindungan untuk varietas tanaman memerlukan rezim hukum yang unik, berbeda dari paten, merek dagang, maupun hak cipta.

    Kebutuhan akan sistem sui generis ini timbul dari sifat objek yang dilindungi, yaitu organisme hidup yang dapat mereplikasi dirinya sendiri. Karakteristik biologis ini membuat kriteria perlindungan paten konvensional, seperti “langkah inventif”, seringkali tidak sepenuhnya relevan atau aplikatif untuk hasil dari proses pemuliaan tanaman yang bersifat biologis dan berjenjang.  

    Kerangka hukum PVT di Indonesia, yang termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman selanjutnya disebut dengan “UU PVT”, tidak lahir dalam ruang hampa. Penyusunannya sangat dipengaruhi oleh standar internasional, terutama Konvensi UPOV (International Union for the Protection of New Varieties of Plants). UPOV menyediakan model kerangka kerja yang telah teruji untuk memberikan perlindungan yang efektif bagi pemulia tanaman sekaligus menyeimbangkan kepentingan publik, seperti akses terhadap materi genetik untuk penelitian lebih lanjut.

    Dengan mengadopsi prinsip-prinsip UPOV, Indonesia menempatkan sistem PVT-nya dalam konteks harmonisasi hukum HKI global, yang memfasilitasi transfer teknologi dan investasi di sektor perbenihan.  

    Keterkaitan PVT dengan Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan

    Terdapat hubungan simbiosis yang erat antara rezim PVT dengan kerangka hukum pertanian yang lebih luas, sebagaimana diatur dalam UU 22/2019. Undang-undang ini secara eksplisit mengakui dan menghormati keberadaan hak PVT. Pasal 26 UU 22/2019 mengatur mengenai kegiatan Pemuliaan sebagai salah satu pilar dalam sistem budi daya, dan Pasal 30 UU 22/2019 mengatur tentang Benih Unggul yang merupakan produk dari kegiatan pemuliaan tersebut.


    Puncak dari integrasi ini terlihat dalam Pasal 37 ayat (2) UU 22/2019, yang menyatakan:

    Pemegang hak pelindungan Varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hak untuk menggunakan dan memberikan persetujuan kepada Setiap Orang untuk menggunakan Varietas berupa Benih Tanaman dan hasil panen yang digunakan untuk propagasi”.

    Pasal ini tidak menciptakan hak PVT, melainkan secara tegas mengakui hak-hak yang telah ada dan diatur secara terpisah dalam UU PVT. Ini menunjukkan koherensi hukum yang penting, di mana legislator memandang PVT bukan sebagai penghalang, melainkan sebagai komponen komplementer untuk mencapai tujuan pertanian berkelanjutan.

    Varietas yang dilindungi, yang seringkali lebih efisien dalam penggunaan sumber daya (air, pupuk) atau lebih tahan terhadap perubahan iklim, dipandang sebagai input kunci untuk sistem pertanian yang berkelanjutan. Oleh karena itu, melindungi hak para pencipta varietas ini menjadi bagian integral dari keberhasilan kebijakan pertanian nasional secara keseluruhan.  

    Landasan Hukum Utama dan Kerangka Regulasi PVT di Indonesia

    Fondasi hukum utama yang mengatur Perlindungan Varietas Tanaman di Indonesia adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman selanjutnya disebut dengan “UU PVT”. Undang-undang ini secara komprehensif meletakkan dasar-dasar filosofis, substantif, dan prosedural bagi sistem PVT di Indonesia. Pasal 1 UU PVT mendefinisikan terminologi-terminologi kunci yang menjadi pilar dalam rezim ini, antara lain:  

    1.        Perlindungan Varietas Tanaman yang selanjutnya disingkat PVT, adalah perlindungan khusus yang diberikan negara yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. (vide Pasal 1 Angka 1 UU PVT)

    Sederhananya, Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), didefinisikan sebagai “perlindungan khusus yang diberikan negara... terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman”;

    2.       Varietas tanaman yang selanjutnya disebut varietas, adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. (vide Pasal 1 Angka 3 UU PVT)

    Sederhananya, Varietas Tanaman, didefinisikan sebagai “sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh... ekspresi karakteristik genotipe... yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama... dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan”.  

    3.      Pemulia tanaman yang selanjutnya disebut pemulia, adalah orang yang melaksanakan pemuliaan tanaman. (vide Pasal 1 Angka 5 UU PVT)

    UU PVT mengatur seluruh siklus hidup hak PVT, mulai dari syarat-syarat varietas yang dapat dilindungi, prosedur pengajuan permohonan, proses pemeriksaan, pemberian hak, jangka waktu perlindungan, hak dan kewajiban pemegang hak, hingga mekanisme pengalihan, lisensi, dan penegakan hukumnya. Undang-undang ini menjadi rujukan primer dan sumber hukum materiel bagi seluruh peraturan pelaksana yang ada di bawahnya.

    Era Baru PVT Pasca UU Cipta Kerja (UU Nomor 6 Tahun 2023)

    Era baru dalam regulasi PVT dimulai dengan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang kemudian digantikan dan disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022, yang pada akhirnya ditetapkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja selanjutnya disebut “UU Cipta Kerja”. UU Cipta Kerja, dengan metode omnibus law-nya, melakukan perubahan signifikan terhadap beberapa pasal dalam UU PVT dengan tujuan utama menyederhanakan birokrasi dan meningkatkan ekosistem investasi.


    Perubahan-perubahan ini bukanlah modifikasi acak, melainkan bagian dari sebuah strategi nasional yang lebih besar untuk mengintegrasikan berbagai perizinan sektoral ke dalam satu sistem Perizinan Berusaha yang terpadu.

    Perubahan ini secara fundamental mereposisi PVT dari sekadar hak kekayaan intelektual di bidang pertanian menjadi bagian dari ekosistem perizinan berusaha nasional. Pasal 30 UU Cipta Kerja secara spesifik mengamandemen beberapa ketentuan dalam UU PVT, antara lain:  

    Pasal 11

    Sebelumnya:

    (1)      Permohonan hak PVT diajukan kepada Kantor PVT secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.

    (2)     surat permohonan hak PVT harus memuat:

    a.     tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan;

    b.     nama dan alamat lengkap pemohon;

    c.     nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan penmulia serta nama ahli waris yang ditunjuk;

    d.     nama varietas;

    e.     deskripsi varietas yang mencakup asal-usul atau silsilah, ciri-ciri morfologi, dan sifat-sifat penting lainnya;

    f.      gambar dan/atau foto yang disebut dalam deskripsi, yang diperlukan untuk memperjelas deskripsinya.

    (3)    Dalam hal permohonan hak PVT diajukan oleh:

    a.     orang atau badan hukum selaku kuasa pemohon harus disertai surat kuasa khusus dengan mencatumkan nama dan alamat lengkap kuasa yang berhak;

    b.     ahli waris disertai dokumen bukti ahli waris.

    (4)     Dalam hal varietas transgenik, maka deskripsinya harus juga mencakup uraian mengenai penjelasan molekuler varietas yang bersangkutan dan stabilitas genetik dari sifat yang diusulkan, sistem reproduksi tetuanya, keberadaan kerabat liarnya, kandungan senyawa yang dapat mengganggu lingkungan, dan kesehatan manusia serta cara pemusnahannya apabila terjadi penyimpangan, dengan disertai pernyataan aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia dari instansi yang berwenang.

    (5)     Ketentuan mengenai permohonan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

    Setelah perubahan dalam UU Cipta Kerja sebagaimana ketentuan Pasal 30 Angka 1 UU Cipta Kerja

    Pasal 11

    (1)      Permohonan hak PVT diajukan kepada Kantor PVT secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara bukan pajak.

    (2)     Dalam hal permohonan hak PVT diajukan oleh:

    a.     orang atau badan hukum selaku kuasa pemohon harus disertai surat kuasa khusus dengan mencantumkan nama dan alamat lengkap kuasa yang berhak; atau

    b.     ahli waris harus disertai dokumen bukti ahli waris.

    (3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengqiuan permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

    Apabila dilihat ketentuan dalam Cipta Kerja lebih menyederhanakan tata cara pengajuan permohonan hak PVT, yang rinciannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

    Setelah itu ketentuan Pasal 29 UU PVT yang menyatakan:

    Sebelumnya:

    Pasal 29

    (1)      Permohonan pemeriksaan substantif atas permohonan hak PVT harus diajukan ke Kantor PVT secara tertulis selambat-lambatnya satu bulan setelah berakhirnya masa pengumuman dengan membayar biaya pemeriksaan tersebut.

    (2)     Besarnya biaya pemeriksaan substantif ditetapkan oleh Menteri.

    Kemudian dalam perubahan dalam Cipta Kerja:

    Pasal 29

    (1)      Permohonan pemeriksaan substantif atas permohonan hak PVT harus diajukan ke Kantor PVT secara tertulis paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhirnya masa pengumuman dengan membayar biaya pemeriksaan substantif.

    (2)     Besarnya biaya pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara bukan pajak.

    Menyelaraskan prosedur permohonan pemeriksaan substantif dengan ketentuan dan peraturan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

    Selain itu ketentuan Pasal 40 dan Pasal 43 UU PVT yang juga mengalami perubahan, sebagai berikut:

    Sebelumnya:

    Pasal 40

    (1)      Hak PVT dapat beralih atau dialihkan karena:

    a.     pewarisan;

    b.     hibah;

    c.     wasiat;

    d.     perjanjian dalam bentuk akta notaris; atau

    e.     sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.

    (2)     Pengalihan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a, b, dan c harus disertai dengan dokumen PVT berikut hak lain yang berkaitan dengan itu.

    (3)     Setiap pengalihan hak PVT wajib dicatatkan pada Kantor PVT dan dicat dalam Daftar Umum PVT dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.

    (4)     Syarat dan tata cara pengalihan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

    Kemudian perubahan dalam UU Cipta Kerja sebagai berikut:

    Pasal 40

    (1)      Hak PVT dapat beralih atau dialihkan karena:

    a.     pewarisan;

    b.     hibah;

    c.     wasiat;

    d.     perjanjian dalam bentuk akta notaris; atau

    e.     sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.

    (2)     Pengalihan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hunrf a, huruf b, dan huruf c harus disertai dengan dokumen PVT berikut hak lain yang berkaitan dengan itu.

    (3)    Setiap pengalihan hak PVT wajib dicatatkan pada Kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang penerimaan negara bukan pajak.

    (4)     Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengalihan hak PVT diatur dalam Peraturan Pemerintah.

    Perubahan juga terjadi pada Pasal 43 UU PVT yang sebelumnya menyatakan sebagai berikut:

    Pasal 43

    (1)         Perjanjian lisensi harus dicatatkan pada Kantor PVT dan dimuat dalam Daftar Umum PVT dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.

    (2)        Dalam hal perjanjian lisensi tidak dicatatkan di Kantor PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.

    (3)        Ketentuan mengenai perjanjian lisensi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

    Kemudian dalam perubahannya dalam UU Cipta Kerja, sebagai berikut:

    Pasal 43

    (1)      Perjanjian Lisensi harus dicatatkan pada Kantor PVT dan dimuat dalam Daftar Umum PVT dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara bukan pajak.

    (2)     Dalam hal perjanjian Lisensi tidak dicatatkan di Kantor PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian Lisensi tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.

    (3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

    Pasal 40 dan 43, perubahannya menggambarkan penyederhanaan persyaratan pencatatan pengalihan hak dan perjanjian lisensi.

    Kemudian Pasal 63, mengubah secara fundamental klasifikasi seluruh biaya terkait PVT (pendaftaran, pemeriksaan, biaya tahunan, dll.) menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

    Sebelumnya:

    Pasal 63

    (1)      Untuk kelangsungan berlakunya hak PVT, pemegang hak PVT wajib membayar biaya tahunan.

    (2)     Untuk setiap pengajuan permohonan hak PVT, permintaan pemeriksaan, petikan Daftar Umum PVT, salinan dokumen PVT, pencatatan pengalihan hak PVT, pencatatan surat perjanjian lisensi, pencatatan Lisensi Wajib, serta lain-lainnya yang ditentukan berdasarkan undang-undang ini wajib membayar biaya.

    (3)    Ketentuan mengenai besar biaya, persyaratan dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

    Berikut perubahan dalam UU Cipta Kerja:

    Pasal 63

    (1)       Untuk kelangsungan berlakunya hak PVT, pemegang hak PVT wajib membayar biaya tahunan.

    (2)     Untuk setiap pengajuan permohonan hak PVT, permintaan pemeriksaan, petikan Daftar Umum PVT, salinan surat PVT, salinan dokumen PVT, pencatatan pengalihan hak PVT, pencatatan surat perjanjian Lisensi, pencatatan Lisensi Wajib, serta lain-lainnya yang ditentukan berdasarkan Undang- Undang ini wajib membayar biaya.

    (3)    Ketentuan mengenai besar biaya, persyaratan, dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara bukan pajak.

    Transformasi biaya menjadi PNBP menstandardisasi aspek finansial PVT, menyamakannya dengan pungutan negara lainnya. Implikasinya, proses permohonan PVT kini dipandang melalui lensa yang sama dengan perizinan berusaha lainnya di Indonesia. Hal ini berpotensi mempercepat proses, namun juga menundukkan PVT pada logika regulasi yang lebih terstandardisasi, yang mungkin kurang mempertimbangkan sifat teknis dan ilmiah yang sangat spesifik dari pemeriksaan varietas tanaman.


    Peraturan Pelaksana sebagai Panduan Teknis

    Untuk menerjemahkan prinsip-prinsip umum yang diatur dalam UU PVT dan perubahannya ke dalam tataran operasional, pemerintah telah menerbitkan serangkaian peraturan pelaksana. Peraturan-peraturan ini berfungsi sebagai panduan teknis yang detail bagi pemohon maupun bagi otoritas yang berwenang. Dua peraturan pelaksana yang paling penting adalah:

    1.        Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2004 tentang Syarat dan Tata Cara Pengalihan Perlindungan Varietas Tanaman dan Penggunaan Varietas yang Dilindungi oleh Pemerintah, selanjutnya disebut dengan “PP 14/2004”;

    PP ini mengatur secara rinci mekanisme hukum untuk mengalihkan hak PVT sebagai aset, baik melalui pewarisan, hibah, wasiat, maupun perjanjian. PP ini juga meletakkan dasar bagi sistem lisensi, termasuk Lisensi Wajib.

    2.       Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penerapan Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman, selanjutnya disebut dengan “Permentan 25/2021”;

    Permentan ini adalah “buku panduan” utama bagi para pemohon. Di dalamnya diatur secara sangat detail mengenai seluruh alur prosedur permohonan, mulai dari dokumen yang harus disiapkan, pengisian formulir secara daring melalui sistem elektronik, tahapan pemeriksaan, hingga prosedur banding jika permohonan ditolak. Peraturan ini merupakan implementasi teknis dari kewenangan Menteri Pertanian dalam menyelenggarakan sistem PVT.

    Syarat dan Lingkup Perlindungan Hak PVT

    Jantung dari sistem PVT adalah empat kriteria substantif yang wajib dipenuhi oleh suatu varietas agar dapat memperoleh perlindungan. Keempat kriteria ini, yang dikenal dengan akronim “BUSS”, diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU PVT dan merupakan adopsi langsung dari standar Konvensi UPOV. Setiap kriteria memiliki definisi hukum yang presisi:  

    1.        Baru (New), suatu varietas dianggap baru apabila pada saat tanggal penerimaan permohonan hak PVT, bahan perbanyakan atau hasil panen dari varietas tersebut belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau telah diperdagangkan namun tidak lebih dari satu tahun. Untuk perdagangan di luar negeri, batas waktunya adalah tidak lebih dari empat tahun untuk tanaman semusim dan enam tahun untuk tanaman tahunan. Kriteria ini memastikan bahwa perlindungan hanya diberikan untuk inovasi yang benar-benar baru masuk ke ranah komersial;

    2.       Unik (Distinct), varietas dianggap unik apabila dapat dibedakan secara jelas dengan varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui secara umum (common knowledge) pada saat tanggal penerimaan permohonan. Pembedaan ini harus didasarkan pada setidaknya satu karakteristik morfologis, fisiologis, sitologis, kimiawi, atau karakteristik relevan lainnya yang dapat diidentifikasi dan diukur;

    3.      Seragam (Uniform), varietas dianggap seragam apabila sifat-sifat utamanya yang relevan untuk perlindungan menunjukkan keseragaman yang konsisten di antara individu-individu tanaman dalam satu populasi, dengan mempertimbangkan variasi yang mungkin timbul dari metode perbanyakannya. Ini berarti, jika Anda menanam 100 benih dari varietas tersebut, mayoritas besar tanaman yang tumbuh akan menunjukkan karakteristik yang sama;

    4.       Stabil (Stable), varietas dianggap stabil apabila sifat-sifatnya yang relevan tidak mengalami perubahan setelah diperbanyak berulang-ulang atau, untuk siklus perbanyakan khusus, pada setiap akhir siklus tersebut. Kriteria ini menjamin bahwa identitas varietas tersebut akan tetap sama dari generasi ke generasi.  

    Keempat kriteria ini harus dipenuhi secara kumulatif. Kegagalan dalam membuktikan salah satu kriteria saja akan mengakibatkan penolakan permohonan hak PVT.

    Varietas yang Dapat dan Tidak Dapat Dilindungi

    UU PVT secara prinsip menganut keterbukaan terhadap subjek yang dapat dilindungi. Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa PVT dapat diberikan untuk varietas dari semua jenis dan spesies tanaman. Ini mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, hingga tanaman hias, baik yang diperbanyak secara generatif (melalui biji) maupun vegetatif (melalui stek, cangkok, kultur jaringan, dll.).  


    Namun, UU PVT juga menetapkan batasan yang jelas mengenai varietas yang tidak dapat diberikan perlindungan. Sesuai Pasal 3 UU PVT, hak PVT tidak dapat diberikan untuk varietas yang penggunaannya bertentangan dengan:  

    -        Peraturan perundang-undangan yang berlaku;

    -        Ketertiban umum;

    -        Kesusilaan;

    -        Norma-norma agama;

    -        Kesehatan manusia; dan

    -        Kelestarian lingkungan hidup.

    Klausul ini berfungsi sebagai katup pengaman sosial dan etis, memastikan bahwa sistem HKI tidak digunakan untuk melindungi inovasi yang dapat membahayakan masyarakat atau lingkungan.

    Jangka Waktu Perlindungan: Investasi Jangka Panjang

    Untuk memberikan kepastian hukum dan jaminan pengembalian investasi bagi para pemulia, UU PVT menetapkan jangka waktu perlindungan yang cukup panjang. Sesuai Pasal 4, jangka waktu perlindungan dibedakan berdasarkan siklus hidup tanaman:  

    1.        20 (dua puluh) tahun untuk tanaman semusim (misalnya padi, jagung, kedelai);

    2.       25 (dua puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan (misalnya kelapa sawit, karet, mangga).

    Penting untuk dicatat bahwa jangka waktu ini dihitung sejak tanggal pemberian hak PVT, bukan sejak tanggal pengajuan permohonan. Namun, untuk melindungi pemohon dari potensi penyalahgunaan selama masa pemeriksaan yang bisa memakan waktu, UU PVT juga mengakui adanya Perlindungan Sementara. Perlindungan ini berlaku sejak tanggal pengajuan permohonan secara lengkap diterima oleh Kantor PVT hingga tanggal diterbitkannya Sertifikat Hak PVT. Selama periode ini, pemohon sudah dapat mengambil tindakan hukum terhadap pihak yang melakukan pelanggaran.

    Panduan Praktis Pengajuan Permohonan

    Proses untuk mendapatkan hak PVT di Indonesia diatur secara rinci dalam Permentan 25/ 2021 dan dilaksanakan oleh unit teknis di bawah Kementerian Pertanian Republik Indonesia, yaitu Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (Pusat PVTPP). Proses pengajuan modern kini dilakukan secara daring melalui sistem elektronik yang terintegrasi.  


    Langkah-langkah utama dalam pengajuan permohonan adalah sebagai berikut:

    1.       Persiapan Dokumen

    Pemohon harus menyiapkan serangkaian dokumen yang disyaratkan, yang paling utama adalah:

    -       Formulir Permohonan Hak PVT yaitu berisi data administratif pemohon, pemulia, dan data awal varietas;

    -       Deskripsi Varietas, berupa dokumen teknis yang paling krusial, menjelaskan secara rinci seluruh karakteristik varietas sesuai panduan pengujian (uji BUSS), dan membandingkannya dengan varietas pembanding yang paling mirip;

    -       Foto-foto Varietas, berupa gambar yang jelas dari berbagai organ tanaman (daun, bunga, buah, biji) yang mendukung deskripsi;

    -       Surat Kuasa Khusus, apabila pengajuan dilakukan melalui Konsultan PVT; serta

    -       Dokumen Pendukung Lainnya, seperti dokumen hak prioritas jika permohonan yang sama telah diajukan di negara lain sebelumnya.  

    2.       Pengajuan Daring

    Seluruh dokumen diunggah ke sistem perizinan elektronik Kementerian Pertanian. Pemohon dari luar negeri yang tidak memiliki kedudukan tetap di Indonesia wajib mengajukan permohonan melalui seorang Konsultan PVT terdaftar di Indonesia;

    3.       Pembayaran Biaya

    Pemohon wajib membayar biaya permohonan yang statusnya merupakan PNBP, sesuai dengan ketentuan yang diubah oleh UU Cipta Kerja.  

    Tahapan Kritis: Pemeriksaan Administratif dan Substantif

    Setelah permohonan diajukan, prosesnya akan melalui beberapa tahapan kritis sebelum hak PVT dapat diberikan:

    1.       Pemeriksaan Administratif (Pemeriksaan Formalitas)

    Pusat PVTPP akan melakukan verifikasi awal terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen-dokumen yang diajukan. Jika terdapat kekurangan, pemohon akan diberi waktu untuk melengkapinya. Apabila semua persyaratan administratif terpenuhi, permohonan akan diberikan tanggal penerimaan (filing date) dan mendapatkan Perlindungan Sementara.  

    2.       Pengumuman (Publikasi)

    Sesuai amanat Pasal 24 dan 25 UU PVT, permohonan yang telah lengkap akan diumumkan kepada publik selama 6 (enam) bulan. Pengumuman ini dimuat dalam Berita Resmi PVT dan media lainnya. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk mengajukan keberatan atau sanggahan jika mereka meyakini bahwa varietas yang dimohonkan tidak memenuhi kriteria perlindungan atau melanggar hak pihak lain.  

    3.       Pemeriksaan Substantif

    Ini adalah tahap pemeriksaan teknis untuk memverifikasi pemenuhan kriteria BUSS. Proses ini dilakukan oleh pejabat fungsional khusus yang disebut Pemeriksa PVT. Pemeriksaan ini umumnya melibatkan:

    -        Uji Tumbuh (Growing Test), penanaman varietas yang dimohonkan di lahan percobaan, berdampingan dengan varietas pembanding, untuk mengamati dan mengukur karakteristiknya secara langsung;

    -        Analisis Laboratorium. jika diperlukan, untuk menguji karakteristik tertentu yang tidak dapat diamati secara visual;

    -        Verifikasi Dokumen, pemeriksa akan menganalisis data dalam deskripsi varietas dan membandingkannya dengan hasil uji tumbuh serta data varietas lain yang ada dalam basis data.

    Hasil dari pemeriksaan substantif ini akan menjadi dasar bagi Pusat PVTPP untuk merekomendasikan apakah permohonan hak PVT dapat dikabulkan atau harus ditolak.

    Mekanisme Banding: Upaya Hukum atas Penolakan

    Apabila permohonan hak PVT ditolak berdasarkan hasil pemeriksaan substantif, pemohon memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum administratif berupa banding. Mekanisme ini diatur secara detail dalam Permentan No. 25 Tahun 2021 dan merupakan jaminan hak pemohon untuk mendapatkan peninjauan ulang atas keputusan penolakan.  

    Proses banding berjalan sebagai berikut:

    1.        Pengajuan Permohonan Banding

    Permohonan diajukan secara tertulis kepada Ketua Komisi Banding PVT dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak tanggal pengiriman surat penolakan. Permohonan harus disertai alasan keberatan yang komprehensif dan bukti pembayaran biaya banding;

    2.       Pemeriksaan oleh Komisi Banding PVT

    Komisi Banding PVT adalah sebuah badan independen yang terdiri dari para ahli di bidang pertanian dan hukum. Komisi akan membentuk majelis untuk memeriksa permohonan banding.

    3.      Sidang Banding

    Majelis akan menyelenggarakan sidang yang dihadiri oleh pemohon (atau kuasanya) dan perwakilan dari Pusat PVTPP. Dalam sidang ini, kedua belah pihak diberikan kesempatan untuk memaparkan argumennya. Saksi atau ahli juga dapat dihadirkan jika diperlukan.  

    4.       Putusan Komisi Banding

    Setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh, Komisi Banding akan mengeluarkan putusan. Sesuai Pasal 38 ayat (2) UU PVT, putusan Komisi Banding PVT bersifat final dan mengikat. Jika banding diterima, Pusat PVTPP wajib melaksanakan putusan tersebut dan memberikan hak PVT. Jika ditolak, maka keputusan penolakan menjadi final.  

    Hak Eksklusif, Kewajiban, dan Pengalihan Hak PVT

    Pemberian hak PVT menganugerahkan serangkaian hak eksklusif (hak monopoli) kepada pemegangnya untuk mengeksploitasi varietas yang dilindungi secara komersial. Lingkup hak eksklusif ini diatur secara tegas dalam Pasal 6 UU PVT, yang meliputi hak untuk menggunakan dan memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan-kegiatan berikut:  

    -         Memproduksi atau memperbanyak benih;

    -         Menyiapkan untuk tujuan propagasi (perbanyakan);

    -         Mengiklankan;

    -         Menawarkan;

    -         Menjual atau memperdagangkan;

    -         Mengekspor;

    -         Mengimpor;

    -         Mencadangkan (menyimpan) untuk tujuan-tujuan di atas.

    Hak-hak ini tidak hanya berlaku untuk varietas yang dilindungi itu sendiri, tetapi juga meluas ke:

    1.        Varietas Turunan Esensial (Essentially Derived Varieties - EDV), varietas yang secara dominan diturunkan dari varietas yang dilindungi, namun tetap menunjukkan perbedaan yang jelas;

    2.       Varietas yang tidak dapat dibedakan secara jelas dari varietas yang dilindungi;

    3.      Varietas yang produksinya memerlukan penggunaan berulang dari varietas yang dilindungi (misalnya, induk untuk varietas hibrida).

    Kewajiban yang Melekat pada Hak PVT

    Hak eksklusif yang diberikan tidak datang tanpa tanggung jawab. Pemegang hak PVT memiliki beberapa kewajiban fundamental yang harus dipenuhi untuk menjaga keberlakuan haknya:

    1.      Melaksanakan Hak PVT di Indonesia, Hak yang diberikan harus diimplementasikan agar dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.  

    2.     Membayar Biaya Tahunan (Maintenance Fee), untuk menjaga agar hak PVT tetap berlaku selama masa perlindungan, pemegang hak wajib membayar biaya tahunan kepada negara. Kegagalan membayar biaya ini dalam jangka waktu yang ditentukan dapat mengakibatkan pencabutan hak PVT. Biaya ini, sebagaimana telah diubah oleh UU Cipta Kerja, merupakan bagian dari PNBP;

    3.     Menyediakan dan Memelihara Contoh Benih, pemegang hak berkewajiban untuk dapat menyediakan contoh benih dari varietas yang dilindungi yang masih memenuhi karakteristik kemurnian dan stabilitas seperti saat pertama kali didaftarkan. Kegagalan dalam menyediakan contoh benih ini dapat menjadi dasar pencabutan hak PVT.  

    PVT sebagai Aset: Pengalihan dan Lisensi

    Hak PVT diakui sebagai benda tidak bergerak yang memiliki nilai ekonomi, sehingga dapat dialihkan dan dilisensikan. Mekanisme ini diatur secara rinci dalam PP 14/2004, sebagai berikut:

    1.        Pengalihan Hak (Transfer of Right)

    Hak PVT dapat beralih atau dialihkan melalui beberapa cara:  

    -         Pewarisan. apabila pemegang hak meninggal dunia, haknya beralih kepada ahli waris;

    -         Hibah, pemberian hak secara cuma-cuma kepada pihak lain;

    -         Wasiat, penunjukan penerima hak melalui surat wasiat;

    -         Perjanjian dalam Bentuk Akta Notaris, misalnya melalui jual-beli hak PVT;

    -         Sebab lain yang dibenarkan undang-undang, seperti putusan pengadilan. Setiap pengalihan hak wajib dicatatkan pada Kantor PVT agar memiliki akibat hukum terhadap pihak ketiga.  

    2.       Lisensi (Licensing)

    Pemegang hak PVT dapat memberikan izin (lisensi) kepada pihak lain untuk melaksanakan sebagian atau seluruh hak eksklusifnya dengan cara:

    -         Lisensi Sukarela, yang diberikan berdasarkan perjanjian lisensi antara pemegang hak (pemberi lisensi) dan pihak lain (penerima lisensi). Perjanjian ini harus dicatatkan di Kantor PVT;

    -         Lisensi Wajib (Compulsory License) merupakan mekanisme intervensi pemerintah yang luar biasa. Sesuai Pasal 44 UU PVT, setelah 36 bulan sejak hak PVT diberikan, pihak manapun dapat mengajukan permohonan Lisensi Wajib kepada Pengadilan Negeri jika pemegang hak PVT tidak melaksanakan haknya di Indonesia tanpa alasan yang dapat dibenarkan. Mekanisme ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan hak monopoli dan memastikan bahwa teknologi yang dilindungi tetap dapat diakses oleh publik jika tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya.  

    Membedakan PVT dengan Paten

    Meskipun sama-sama merupakan bentuk HKI, PVT dan Paten memiliki filosofi, objek, dan kriteria perlindungan yang fundamental berbeda. Perbedaan ini bukan sekadar teknis, melainkan mencerminkan kebutuhan spesifik dari bidang inovasi yang dilindunginya.  

    Hukum Paten dirancang untuk melindungi invensi di bidang teknologi. Sebuah invensi harus memecahkan suatu masalah teknis, bersifat baru, tidak dapat diduga (non-obvious atau mengandung langkah inventif), dan dapat diterapkan dalam industri. Fokusnya adalah pada konsep teknis yang dapat direplikasi, seperti proses rekayasa genetika untuk menyisipkan gen tertentu ke dalam tanaman atau metode kultur jaringan yang baru.  


    Di sisi lain, hukum PVT dirancang untuk melindungi varietas tanaman sebagai produk akhir yang utuh. Objek yang dilindungi adalah kombinasi spesifik dari ekspresi genetik yang menghasilkan suatu varietas dengan karakteristik yang dapat diidentifikasi. Proses untuk menghasilkan varietas tersebut, yang seringkali melibatkan persilangan dan seleksi berulang selama bertahun-tahun, tidak selalu memenuhi standar “langkah inventif” dalam hukum paten. Oleh karena itu, sistem PVT menggunakan kriteria BUSS yang lebih sesuai untuk menilai hasil akhir dari kegiatan pemuliaan. Keberadaan system sui generis ini adalah pengakuan bahwa inovasi di bidang pemuliaan tanaman memerlukan kerangka perlindungan yang dirancang khusus dan berbeda dari kerangka untuk invensi mekanis atau kimiawi.

    Mekanisme Penyelesaian Sengketa dalam Perkara/Kasus PVT

    Pemegang hak PVT yang hak eksklusifnya dilanggar oleh pihak lain memiliki dua jalur utama untuk penegakan hukum berdasarkan UU PVT antara lain:  

    1.        Dengan mengajukan gugatan perdata sesuai Pasal 67 UU PVT, pemegang hak dapat mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Negeri terhadap siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan yang melanggar hak eksklusifnya. Hakim juga dapat mengeluarkan perintah untuk menghentikan kegiatan pelanggaran tersebut;

    2.       Dengan adanya Tuntutan Pidana, yang mana UU PVT juga mengkategorikan pelanggaran hak PVT sebagai tindak pidana. Pasal 71 sampai dengan Pasal 73 mengatur sanksi pidana berupa pidana penjara dan denda bagi mereka yang dengan sengaja melakukan pelanggaran. Laporan pidana dapat diajukan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atau kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan kementerian terkait.

    Putusan PN Kediri No. 445/Pid.Sus/2019/PN Gpr (Kasus Benih Jagung TALENTA)

    Salah satu yurisprudensi penting yang menunjukkan bekerjanya mekanisme penegakan hukum pidana PVT adalah Putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 445/Pid.Sus/2019/PN Gpr, tertanggal 8 Januari 2020. Kasus ini memberikan gambaran konkret bagaimana pelanggaran hak PVT ditangani melalui sistem peradilan pidana.  

    Kasus ini melibatkan Terdakwa Basuki Bin Alm. Marimin yang didakwa melakukan pelanggaran hak PVT atas varietas jagung hibrida “TALENTA”. Hak PVT untuk varietas ini secara sah dimiliki oleh PT Agri Makmur Pertiwi, yang dibuktikan dengan Sertifikat Hak Perlindungan Varietas Tanaman Nomor: 00213/PPVT/S/2013. Terdakwa, tanpa izin atau lisensi dari pemegang hak, secara sengaja melakukan serangkaian kegiatan komersial, meliputi memproduksi, memperbanyak, mengolah, mengemas, dan menjual benih jagung varietas TALENTA.  


    Penuntut Umum mendakwa Terdakwa dengan dakwaan alternatif, di mana dakwaan kesatu dan yang menjadi fokus pembuktian adalah pelanggaran terhadap Pasal 71 jo. Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.  

    Fakta-Fakta Hukum di Persidangan

    Berdasarkan keterangan saksi, ahli, Terdakwa, serta barang bukti yang diajukan, terungkap fakta-fakta hukum sebagai berikut:

    1.        Terdakwa mengakui bahwa ia membeli jagung dari seorang petani bernama Gepeng, yang merupakan petani mitra PT Agri Makmur Pertiwi. Jagung tersebut kemudian diolah oleh Terdakwa melalui proses penjemuran, penggilingan, pemberian pewarna merah, hingga pengemasan dalam plastik berukuran 5 kg untuk dijual kembali sebagai benih (vide Halaman 27 Putusan); 

    2.       Saksi dari PT Agri Makmur Pertiwi menjelaskan bahwa perusahaan mengalami penurunan penjualan dan setelah melakukan penelusuran, menemukan adanya peredaran benih jagung TALENTA “putihan” (tanpa kemasan resmi) yang dijual secara daring melalui media sosial Facebook. Pihak perusahaan menegaskan tidak pernah memberikan izin atau lisensi dalam bentuk apapun kepada Terdakwa untuk memproduksi atau memperdagangkan benih varietas TALENTA (vide Halaman 32 Putusan);

    3.      Barang bukti yang disita sangat signifikan, mencakup puluhan sak benih jagung TALENTA ilegal, mesin pengolah (blower dan siller), pewarna, hingga nota-nota transaksi. Keterangan ahli dan hasil uji DNA dari Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas Brawijaya mengonfirmasi bahwa sampel benih yang diproduksi Terdakwa memiliki fragmen pita DNA yang mirip dengan sampel benih F1 asli varietas TALENTA, yang secara ilmiah membuktikan identitas varietas tersebut (vide Halaman 25 dan 30 Putusan).  

    Pertimbangan Hukum Majelis Hakim

    Bahwa adapun Majelis Hakim secara sistematis menganalisis terpenuhinya seluruh unsur delik dalam dakwaan kesatu:

    1.        Unsur “Barangsiapa”: Terbukti merujuk pada diri Terdakwa Basuki Bin Alm. Marimin, yang identitasnya telah dibenarkan di persidangan (vide Halaman 27 Putusan).  

    2.       Unsur “Dengan Sengaja”: Hakim berpendapat unsur kesengajaan (opzet) telah terpenuhi. Terdakwa mengetahui (wittens) dan menghendaki (willens) perbuatannya. Terdakwa sadar bahwa ia membeli jagung varietas TALENTA dari petani mitra perusahaan, mengolahnya menjadi benih, dan menjualnya untuk mendapatkan keuntungan, tanpa memiliki hak atau izin dari PT Agri Makmur Pertiwi (vide Halaman 32 Putusan).  

    3.      Unsur “Melakukan perbuatan memproduksi atau memperbanyak benih... menjual atau memperdagangkan... tanpa persetujuan pemegang hak PVT”: Unsur ini terbukti melalui pengakuan Terdakwa sendiri mengenai seluruh proses produksi dan penjualan, yang didukung oleh keterangan saksi-saksi dan diperkuat oleh barang bukti fisik yang disita (vide Halaman 27 dan 32 Putusan).  

    Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, Majelis Hakim menjatuhkan amar putusan sebagai berikut:

    MENGADILI

    1.        Menyatakan terdakwa Basuki bin (Alm.) Marimin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: dengan sengaja menjual atau memperdagangkan varietas tanaman tanpa persetujuan pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman?;

    2.       Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp5. 000.000,00 (lima juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan;

    3.      Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

    4.       Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;

    5.       Menetapkan barang bukti berupa:

    -         1 (satu) unit mobil jenis pickup merk Mitsubishi model L-300 nomor plat AG-8648-KE, noka: MHML0PU39GK193145, nosin: 4D56CP34862, warna hitam;

    -         1 (satu) lembar STNK mobil jenis pickup merk Mitsubishi model L-300 nomor plat AG-8648-KE, noka: MHML0PU39GK193145, nosin: 4D56CP34862, wama hitam atas nama Basuki, Dsn. Patuk 01/02 Ds. Pojok Kec. Garum Kab. Blitar;

    -         1 (satu) kunci mobil jenis pickup merk Mitsubishi model L-300 nomor plat AG-8648-KE; 1 (satu) buku tabungan BNI momor 0320034173 an. Basuki;

    Untuk dikembalikan kepada Terdakwa BASUKI Bin (Alm) MARIMIN;

    -         58 (lima puluh delapan) lembar uang kertas pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah);

    -         24 (dua puluh empat) lembar uang kertas pecahan Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah);

    Dirampas untuk negara 1 (satu) terpal plastik warna biru;

    -         11 (sebelas) sak benih jagung manis putihan jenis talenta total berat 5,95 Kwintal 4 (empat) sak benih jagung manis putihan jenis talenta total berat 58 Kg;

    -         30 (tiga puluh) sak jagung tongkol basah jenis jagung manis JMP-01 Talenta;

    -         32 (tiga puluh dua) sak jagung tongkol setengah kering jenis jagung manis JMP-01 Talenta;

    -         6 (enam) bungkus benih jagung manis pertiwi (JMP-01) SFP-07 (jantan) @ 0,5 Kg;

    -         40 (empat puluh) bungkus insektisida merk Marshal @ 100 Gr;

    -         1 (satu) buah timbangan merk swadaya 150 Kg warna biru hitam;

    -         3 (dua) buah sorak kayu;

    -         1 (satu) set mesin blower;

    -         1 (satu) buah mesin sillerwama biru;

    -         3 (tiga) buah bak plastik wama hitam;

    -         1 (satu) bendel plastik ukuran 5 Kg;

    -         1 (satu) bungkus pewarna wama merah;

    -         1 (satu) lembar nota pembelian benih jagung talenta sebanyak 200 Kg harga Rp. 135.000,- total Rp. 27.000. 000,- (dua puluh tujuh juta rupiah), tanggal 13-8-2019; 1 (satu) lembar nota pembelian benih jagung bisi 18 sebanyak 300 Kg harga Rp. 8.000,- total Rp. 8.850.000, - (delapan juta delapan ratus lima puluh ribu rupiah, tanggal 13-8-2019;

    -         40 (empat puluh) bungkus plastik benih jagung jenis Talenta berat @ 5 Kg, total berat 200 Kg;

    -         6 (enam) sak benih jagung bisi 18 berat @ 50 Kg, total berat 300 Kg;

    -         1 (satu) lembar nota pembelian benih jagung 01 sebanyak 200 Kg harga Rp. 27.000.000,- (dua puluh tujuh juta rupiah), tanggai 29-07-2019;

    -         1 (satu) lembar nota pembelian benih jagung paragon sebanyak 55 Kg harga Rp. 90.000,- (sembilan puluh ribu rupiah) total Rp. 4.950.000,- (empat juta sembilan ratus lima puluh juta rupiah), tanggal 12-6-2019;

    -         1 (satu) lembar nota pembelian benih jagung talenta sebanyak 16 Kg harga Rp. 130.000,- (seratus tiga puluh ribu rupiah) total harga Rp. 2.080.000,- (dua juta delapan puluh ribu rupiah), dan pembelian benih jagung bonanza sebanyak 5 kg harga Rp. 90.000,- (sembilan puluh ribu rupiah) total harga Rp. 450.000,- (empat ratus lima puluh ribu rupiah);

    -         1 (satu) lembar bukti setor tunai penyetor Eko Wahyu Budi Utomo, kepada Basuki terbilan Rp. 1.000. 000,- (satu juta rupiah) untuk bayar benih paragon putihan, tanggal 29-5-2019.

    Untuk dimusnahkan.

    6.      Membebankan biaya perkara ini kepada terdakwa sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah);

    Putusan ini menjadi preseden penting yang menegaskan bahwa pelanggaran hak PVT bukan semata-mata sengketa perdata, melainkan juga merupakan sebuah tindak pidana (delik) yang dapat diproses oleh negara. Penjatuhan sanksi pidana memberikan efek jera (deterrent effect) yang kuat dan mengirimkan sinyal tegas bahwa negara melindungi investasi dalam inovasi pemuliaan tanaman secara serius.  


    Masalah Biopiracy dan Perlindungan Varietas Lokal

    Di sisi lain, kerangka hukum PVT yang ada saat ini dikritik karena menciptakan celah dalam melindungi varietas tanaman lokal atau adat yang dikelola secara komunal dan turun-temurun. Karena tidak memenuhi syarat “Baru” dan seringkali sulit untuk membuktikan syarat “Seragam” dan “Stabil” secara formal, varietas-varietas ini berada dalam posisi rentan.  

    Kasus klaim sepihak atas varietas beras Adan Krayan dari dataran tinggi Kalimantan oleh pihak Malaysia menjadi contoh nyata ancaman biopiracy. Kasus ini menyoroti bagaimana kekayaan genetik yang tidak terdaftar dan tidak dilindungi secara formal dapat dengan mudah “diambil”, didaftarkan, dan diklaim oleh pihak lain, sehingga merugikan komunitas lokal sebagai kustodian asli sumber daya genetik tersebut.  

    Sehingga, banyak kalangan akademisi dan praktisi hukum menyerukan adanya revisi terhadap UU PVT atau pembentukan regulasi komplementer yang secara eksplisit mengakui hak-hak komunal atas varietas tanaman lokal. Regulasi semacam itu diharapkan dapat menciptakan mekanisme pembagian keuntungan yang adil (benefit sharing) dengan masyarakat adat atau lokal yang telah melestarikan dan mengembangkan varietas tersebut selama berabad-abad.  


    Praktik penegakan hukum PVT di Indonesia menunjukkan adanya sebuah asimetri. Untuk inovasi formal yang didaftarkan oleh subjek hukum dalam bisnis, penegakan hukum pidana berjalan meskipun bersifat reaktif, bergantung pada laporan dari pemegang hak. Hal ini terlihat dari kasus jagung TALENTA, di mana proses hukum dipicu oleh laporan dari PT Agri Makmur Pertiwi. Sebaliknya, untuk inovasi komunal seperti varietas lokal, hampir tidak ada mekanisme perlindungan proaktif dari negara. Pemerintah cenderung pasif dan hanya menunggu adanya pendaftaran, padahal varietas-varietas ini seringkali tidak cocok dengan skema pendaftaran formal. Akibatnya, inovasi korporat mendapatkan proteksi pidana, sementara inovasi komunal yang menjadi bagian dari warisan agrikultur bangsa dibiarkan rentan terhadap biopiracy. Ini merupakan sebuah kontradiksi fundamental dalam kebijakan HKI di sektor pertanian nasional.

    Informasi dan Konsultasi Lanjutan

    Apabila Anda memiliki persoalan hukum yang ingin dikonsultasikan lebih lanjut, Anda dapat mengirimkan pertanyaan melalui tautan yang tersedia, menghubungi melalui surel di lawyerpontianak@gmail.com, atau menghubungi Kantor Hukum Eka Kurnia Chrislianto & Rekan di sini.